PT Arutmin Indonesia tengah mempersiapkan untuk meningkatkan produksi batu bara mulai tahun depan. Ini seiring kenaikan harga batu bara acuan (HBA) Indonesia November 2021 ke level US$ 215,01 per ton, atau tertinggi dalam sejarah.
General Manager Legal & External Affairs Arutmin Ezra Sibarani menilai prospek komoditas batu bara masih akan cukup cerah hingga semester I 2021. "Sedang kami persiapkan (peningkatan produksi). Cuma memang harus realistis," kata dia kepada Katadata.co.id, Selasa (9/11).
Meski demikian, Arutmin juga masih menjaga target sebelumnya untuk melihat kesempatan peningkatan produksi. Beberapa diantaranya dengan mempertimbangkan kondisi peralatan, kontraktor serta infrastruktur.
Selain itu, faktor cuaca di akhir tahun juga masih sangat berperan dalam peningkatan produksi. Apalagi curah hujan di Kalimantan Selatan saat ini cukup tinggi. Hal itu menurut dia sangat berpengaruh pada operasional tambang yang menggunakan sistem open pit.
Sementara, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia menilai tren harga batu bara saat ini memang masih cukup bagus. Namun, ia ragu kenaikan harga komoditas emas hitam ini akan bertahan lama. Mengingat, harga tersebut bukanlah harga fundamental.
"Harga yang melambung terlalu cepat turunnya juga cepat. Karena harga ini bukan harga fundamental. Jadi tren harga masih akan tertekan tapi masih dalam level yang positif," kata dia. "Untuk jangka pendek, prospek harga batu bara masih akan bagus. Baik itu untuk ekspor maupun domestik."
Pasalnya rencana pemerintah untuk mempensiunkan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) akan dilakukan secara bertahap. Sehingga potensi ekspor masih cukup cerah, meski beberapa negara termasuk China akan mengurangi pemanfaatan batu bara.
"Tapi pembangunan PLTU baru yang sudah berjalan juga tetap jalan. Jadi jangka pendek menengah masih bagus," ujarnya.
Seperti diketahui, Kementerian ESDM menetapkan harga batu bara acuan (HBA) Indonesia pada November 2021 sebesar US$ 215,01 per ton, atau yang tertinggi dalam sejarah. Sebab, pencatatan harga batu bara acuan dimulai pada 2009, belum ada level HBA yang mencapai US$ 200 per ton. Simak databoks berikut:
Angka HBA di bulan November, melonjak sebesar 33% atau US$ 53,38 per ton dari HBA Oktober yang sebesar US$ 161,63 per ton. Kepala Biro Komunikasi Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian ESDM, Agung Pribadi mengatakan kenaikan ini dipengaruhi oleh datangnya musim dingin dan krisis batu bara.
Krisis terutama yang dialami oleh Tiongkok, sehingga berimbas pada harga batu bara global. "Harga ini merupakan level HBA tertinggi dalam puluhan tahun terakhir. Permintaan dari Tiongkok terus meningkat menyusul mulai memasuki musim dingin," kata dia dalam keterangan tertulis, Senin (8/11).
Faktor komoditas lain, seperti kenaikan harga gas alam juga memiliki pengaruh dalam menentukan harga batu bara global. "Supercycle masih punya pengaruh mendorong kenaikan harga komoditas dasar akibat dari adanya pertumbuhan ekonomi global baru pasca pandemi," ujarnya.