PT Adaro Energy Tbk menjadi salah satu produsen batu bara yang terdampak kebijakan larangan ekspor mulai 1 Januari hingga 31 Januari 2022. Larangan ini terkait mulai kritisnya pasokan batu bara untuk sektor pembangkit listrik PLN dan produsen listrik swasta (IPP).
Padahal, pemenuhan kebutuhan batu bara untuk domestik atau domestic market obligations (DMO) perusahaan berkode saham ADRO ini tahun lalu mencapai 26-27% dari total produksi. Artinya, jumlah itu melebihi batas yang ditetapkan pemerintah sebesar 25%.
Head Corporate Communications Adaro Energy Febriati Nadira mengatakan DMO akan selalu menjadi prioritas perusahaan. Untuk 2021, batu bara untuk DMO yang harus dipenuhi Adaro yakni sekitar 11,1 juta ton. Sementara, realisasi penjualan domestik pada Januari - Oktober 2021 sebesar 9,69 juta ton.
Dengan tambahan penjualan pada November dan Desember 2021, maka ia memproyeksikan total penjualan ke domestik sepanjang 2021 telah memenuhi ketentuan DMO minimal 25%. "Estimasi total penjualan batu bara ke domestik untuk tahun 2021 lebih dari yang disyaratkan," katanya kepada Katadata.co.id, Senin (3/1).
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengatakan belum dapat berkomentar banyak terhadap kebijakan pemerintah mengenai pemberlakuan larangan ekspor batu bara. Yang pasti, pemerintah dan pelaku usaha terus berdiskusi dalam dua hari terakhir ini untuk mencari solusi terbaik.
"Mohon maaf kami belum bisa berkomentar. Sebaiknya tanyakan pemerintah yang mengeluarkan kebijakan," ujarnya. Namun saat dikonfirmasi perihal tersebut Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin tak merespon pesan yang dikirimkan Katadata.co.id.
Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi menilai pelarangan ekspor batu baru ke luar negeri terjadi lantaran banyak pengusaha batu bara yang tidak memenuhi DMO.
Dia menilai selama ini peraturan Menteri ESDM tentang DMO menyebutkan bahwa kewajiban pengusaha batu bara menjual 25% dari total produksi kepada PLN per tahun, tanpa mengatur jadwal per bulan.
Namun dengan tidak adanya jadwal. hal tersebut dapat dimanfaatkan pengusaha batu bara untuk mengekspor semua produksi pada saat harga batu bara tinggi, tanpa menjual ke PLN.
Selain itu, ia juga menilai sanksi berupa denda yang diberlakukan pemerintah bagi produsen batu bara selama ini sangat ringan. "Ini mendorong pengusaha tidak memenuhi kewajiban DMO kepada PLN," katanya.
Adapun, agar DMO dipenuhi oleh para produsen batu bara, maka permen DMO setidaknya harus direvisi. Terutama, pada penetapan jadwal perbulan dan jumlah pasokan batu bara ke PLN.
"Kedua, penetapan sanksi yang lebih berat bagi pengusaha yang yang tidak mematuhi ketentuan DMO. Selain denda diperbesar, pemerintah perlu memberlakukan larangan ekspor selama setahun penuh bagi pengusaha yang tidak mematuhi ketentuan DMO," ujarnya. Simak databoks berikut:
Seperti diketahui, Kementerian ESDM resmi melarang ekspor atau penjualan batu bara ke luar negeri mulai hari ini (1/1) hingga 31 Januari 2022. Seluruh perusahaan pemegang PPKP2B dan IUP wajib memasok seluruh batu bara untuk kebutuhan di da?am negeri.
Larangan ekspor ini termuat dalam surat edaran Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM kepada direktur utama perusahaan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B), perusahaan Izin Usaha Pertambangan (IUP) operasi produksi, dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sebagai kelanjutan operasi/kontrak, serta perusahaan pemegang izin pengangkutan dan penjualan batu bara.
Selain melarang ekspor batu bara pada Bulan Ini, Kementerian ESDM meminta para perusahaan tersebut memasok sleluruh produksi batu baranya untuk memenuhi kebutuhan listrik untuk kepentingan umum. Hal ini sesuai dengan kewajiban pemenuhan kebutuhan dalam negeri dan/atau penugasan dari pemerintah kepada perusahaan dan/atau kontrat dengan PLN dan Independent Power Producer (IPP).
“Dalam hal sudah terdapat batu bara di pelabuhan mulat dan/atau sudah dimuat di kapal agar segera dikirimkan ke PLTU milik grup PLN dan IPP yang pelaksanaannya agar segera diselesaikan dengan PLN,” demikian tertuang dalam surat edaran yang diteken Dirjen Minerba Ridwan Djamaluddin pada Jumat (31/12).