Harga minyak dunia turun US$ 4 per barel menjadi di bawah US$ 100 per barel di tengah rencana pelepasan cadangan strategis negara anggota Badan Energi Internasional (IEA) sebesar 120 juta barel serta berlanjutnya penguncian wilayah atau lockdown Covid-19 di Cina.

Minyak mentah Brent untuk pengiriman Juni turun US$ 3,93 atau 3,8% menjadi US$ 98,85 per barel, sedangkan West Texas Intermediate (WTI) turun US$ 4,19 atau 4,3% menjadi US$ 94,07 per barel.

"Pelepasan cadangan minyak strategis pemerintah akan meredakan ketatnya pasokan di pasar selama beberapa bulan mendatang, mengurangi kebutuhan harga minyak naik untuk memicu kehancuran permintaan jangka pendek," kata analis UBS Giovanni Staunovo seperti dikutip Reuters, Senin (11/4).

Meski demikian Bank of Amerika masih mempertahankan perkiraan harga minyak Brent di kisaran US$ 102 per barel untuk 2022-2023, dan memperkirakan harga melonjak menjadi US$ 120 per barel pada musim panas tahun ini. Sedangkan bank investasi Swiss, UBS, menurunkan perkiraan harga Brent sebesar US$ 10 menjadi US$ 115 per barel.

Negara-negara anggota IEA akan melepaskan 60 juta barel selama enam bulan ke depan, dengan Amerika Serikat (AS) sebesar 60 juta barel yang termasuk dalam rencananya melepas 180 juta barel cadangan minyak strategisnya ke pasar yang diumumkan Maret.

Langkah tersebut bertujuan untuk mengimbangi kekurangan minyak mentah Rusia setelah Moskow terkena sanksi berat atas invasinya ke Ukraina, yang digambarkan Moskow sebagai "operasi militer khusus".

Analis JP Morgan menilai pelepasan volume Strategic Petroleum Reserve (SPR) setara 1,3 juta barel per hari (bph) selama enam bulan ke depan tersebut cukup untuk mengimbangi kekurangan 1 juta bph pasokan minyak Rusia.

Eksekutif Uni Eropa sedang menyusun proposal untuk kemungkinan embargo minyak Uni Eropa terhadap Rusia seperti diungkapkan oleh menteri luar negeri Irlandia, Lithuania dan Belanda, meskipun masih belum ada kesepakatan untuk melarang minyak mentah Rusia.

Pasar juga telah mengamati perkembangan lockdown di Shanghai, Cina, yang berpenduduk sekitar 26 juta orang, di bawah kebijakan "tanpa toleransi" untuk Covid-19. Namun diumumkan bahwa Shanghai akan mulai melonggarkan penguncian di beberapa daerah mulai hari ini.

"Ketakutan meningkat sekarang bahwa jika gelombang Omicron Cina menyebar ke kota-kota lain, kebijakan nol-Covid-nya akan melihat penguncian massal yang diperpanjang yang berdampak negatif pada output industri dan konsumsi domestik," kata analis pasar senior OANDA Jeffrey Halley.

Analis UBS Staunovo mengatakan bahwa permintaan minyak akan terpengaruh di Cina, yang merupakan importir minyak terbesar dunia, oleh pembatasan mobilitas yang didorong oleh pandemi dan di Rusia oleh sanksi internasional.

Sementara itu permintaan bahan bakar di India, importir dan konsumen minyak terbesar ketiga di dunia, naik ke level tertinggi tiga tahun di bulan Maret, dengan penjualan bensin mencapai rekor puncak.

Presiden AS Joe Biden akan mengadakan pertemuan virtual dengan Perdana Menteri India Narendra Modi pada hari Senin, Gedung Putih mengatakan, pada saat Amerika Serikat telah menjelaskan tidak ingin melihat peningkatan impor energi Rusia oleh India.