Pemerintah belum akan menaikkan harga BBM bersubsidi Pertalite dan Solar hingga akhir pekan ini. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyampaikan rencana pembatasan distribusi BBM bersubsidi masih digodok di lingkup kementerian bidang perekonomian.
"Belum Minggu ini, Pak Joko Widodo meminta supaya dihitung benar-benar agar bisa menjaga daya beli masyarakat," kata Arifin saat ditemui wartawan di Aula Damar Kementerian ESDM pada Jumat (26/8).
Sejumlah menteri ekonomi dijadwalkan mengadakan rapat terbatas pada sore ini. Hasil rapat tersebut rencananya akan dilaporkan ke Presiden Joko Widodo. "Presiden yang nantinya akan memutuskan mengenai kenaikan harga BBM bersubsidi," kata dia.
Saat ditanya berapa kisaran kenaikan harga BBM bersubsidi, Arifin enggan menjawab. Dia hanya mengatakan kementeriannya akan terus mendukung adanya penambahan kuota Pertalite sekitar 5 juta kilo liter (kl) karena penyerapannya sudah mencapai 81% dari total kuota hingga akhir tahun sebesar 23, 5 juta kl.
"Kami upayakan akan menambah sekitar 5 sampai 6 juta kilo liter. Pemerintah tetap memperhatikan kebutuhan masyarakat. Komisi VII juga minta penambahan kuota," ujar Arifin.
Sebelumnya diberitakan, Kementerian Keuangan menghitung butuh tambahan anggaran subsidi dan kompensasi energi mencapai Rp 198 triliun pada tahun ini jika pemerintah ingin menahan harga Pertalite dan Solar. Dengan demikian subsidi dan kompensasi energi akan membengkak menjadi Rp 700 triliun tahun ini.
Namun, pemerintah hingga kini belum menentukan kebijakan apa yang akan dipilih terkait nasib harga BBM bersubsidi. "Kalau tidak menaikan harga BBM dan tidak melakukan apa-apa, juga tidak ada pembatasan, maka Rp 502 triliun saja tidak cukup, butuh tambahan lagi," kata Sri Mulyani saat ditemui di Kompleks Parlemen, Selasa (23/8).
Menurut Sri Mulyani, tambahan anggaran sebesar Rp 198 triliun baru menghitung kebutuhan tambahan kuota subsidi untuk BBM jenis pertalite, solar dan minyak tanah. Ini belum termasuk tambahan anggaran untuk subsidi LPG tabung 3 Kg dan listrik.
Bendahara negara itu mengakui, pemerintah kini hanya memiliki tiga pilihan. Pertama, menambah anggaran subsidi dan kompensasi mencapai Rp 700 triliun. Kedua, membatasi penyaluran BBM bersubsidi sehingga tidak semua masyarakat bisa mengakses. Ketiga, menaikan harga BBM bersubsidi.