Pemerintah masih enggan mengekspor  ekspor listrik energi baru dan terbarukan (EBT) ke Singapura. Asosiasi Energi Surya Indonesia atau AESI menyoroti hal tersebut dan mengatakan ekspor bisa meningkatkan investasi EBT di Tanah Air.

Ketua Umum AESI, Fabby Tumiwa, mengatakan aksi menjual sumber listrik EBT ke luar negeri merupakan upaya untuk mengembangkan pasar EBT di dalam negeri. Menurutnya, pertumbuhan ekosistem pasar energi terbarukan di Indonesia cenderung lebih lambat dari negara-negara tetangga karena PLN selaku pembeli tunggal  belum sepenuhnya menyerap listrik karena harga yang dinilai lebih mahal.

 

"Sumber daya EBT di Indonesia tidak akan habis. Kalau pasar EBT-nya tumbuh, maka risiko invetasinya menurun," kata Fabby saat ditemui di sela-sela agenda Indonesia Sustainable Energy Week (ISEW) 2022 pada Senin (10/10).

Selain memperoleh keuntungan dari penanaman modal, pemerintah juga diuntungkan dari meningkatnya bauran EBT pada pembangkit listrik PLN. "Yang untung PLN juga karena mereka bisa mendapatkan pinjaman dengan bunga yang lebih rendah," ujar Fabby.

Sebelumnya, sebuah konsorsium yang dipimpin oleh perusahaan EBT asal Singapura, Sunseap Group, telah menandatangani nota kesepahaman untuk mengembangkan sistem pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di Kepulauan Riau.

Nota kesepahaman ini ditandatangani oleh beberapa perusahaan di antaranya Sumitomo Corp., Samsung C&T Corp., Oriens Asset Management, ESS Inc., Durapower Group, PT Mustika Combol Indah, dan PT Agung Sedayu.

Sunseap menjelaskan bahwa PLTS yang akan dibangun berkapasitas total 7 gigawatt-peak (GWp), termasuk di dalamnya PLTS terapung sebesar 2,2 GWp yang akan dibangun di pulau Batam. Listrik yang dihasilkan nantinya akan diekspor untuk memenuhi kebutuhan energi Singapura menggunakan kabel listrik bawah laut. 

Meski demikian langkah tersebut ditentang Menteri Investasi Bahlil Lahadalia. Bahlil menegaskan, jika Indonesia berhasil mengembangkan potensi EBT, produknya tidak akan diekspor namun digunakan untuk memacu industri dalam negeri.

"Karena kalau listriknya kita jual ke negara lain, maka industri akan lari ke sana," kata Bahlil dalam Investment Forum ‘Mendorong Percepatan Investasi Berkelanjutan dan Inklusif’, Rabu (18/5).

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu