Asosiasi Pengusaha Bauksit dan Bijih Besi Indonesia (APB3I) melaporkan bahwa mayoritas rencana kerja dan anggaran belanja (RKAB) perusahaan tambang bauksit masih belum disetujui oleh Kementerian ESDM seiring adanya kebijakan larangan ekspor yang dijadwalkan pada Juni 2023.
Pelaksana Harian Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Bauksit dan Bijih Besi Indonesia (APB3I), Ronald Sulistyanto, mengatakan jumlah produksi bauksit tahun ini harus disesuaikan dengan volume kapasitas pabrik pengolahan atau smelter eksisting.
"RKAB baru sedikit yang disetujui, belum banyak yang keluar karena disesuaikan dengan produksi yang akan diserap pada bulan Juni 2023. Di bulan Juni itu hanya diperlukan 13 juta ton," kata Ronald kepada Katadata.co.id pada Kamis (26/1).
Ronald menyampaikan, kapasitas smelter bauksit domestik saat ini hanya mampu mengolah input sejumlah 13 juta ton per tahun, jauh di bawah kapasitas produksi rata-rata tahunan sekira 45 juta ton dari 30 perusahaan. "Sehingga nanti persaingan bebas, yang kuat bisa masukin bauksitnya ke smelter," ujar Ronald.
Kabar serupa juga disampaikan oleh Ketua Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi), Rizal Kasli. Dia menyebut beberapa perusahaan tambang bauksit belum menerima persetujan RKAB dari Kementerian ESDM sehingga menimbulkan ancaman penundaan produksi pada awal tahun ini.
Menurut Rizal, hal ini terjadi lantaran ada perubahan wewenang persetujuan RKAB dari semula yang diteken oleh Menteri ESDM beralih kepada Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara (Dirjen Minerba).
"Seharusnya RKAB sudah keluar di akhir Desember. Kalau tidak para pengusaha tidak bisa produksi di Januari," kata Rizal saat dihubungi lewat sambungan telepon pada Selasa (10/1).
Sebelumnya Rizal juga menyebutkan bahwa kuota produksi bijih bauksit pada tahun ini diproyeksikan turun menjadi 31 juta ton dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 50 juta ton.
Hal ini lantaran pengusaha kekhawatiran bijih bauksit tak terserap pasar domestik akibat kondisi fasilitas pengolahan mineral (smelter) yang belum optimal di tengah kebijakan larangan ekspor pada Juni mendatang.
Rizal mengatakan bahwa volume rata-rata produksi secara tahunan yang tertulis di rencana kerja dan anggaran belanja (RKAB) mencapai 50 juta ton per tahun dari total 16 perusahaan pertambangan bauksit.
Menurut Rizal, para pelaku usaha kini menyesuaikan kapasitas smelter dengan rencana produksi perusahaan. Volume rata-rata tahunan sebesar 50 juta ton diprediksi hanya bisa terealisasi 31 juta ton pada tahun 2023.
Hal ini berangkat dari hitung-hitungan perusahaan yang melihat adanya potensi 19 juta ton bauksit mentah yang tak terserap akibat keterbatasan fasilitas smelter. "Karena ada 19 juta ton yang belum ada alokasinya. Belum jelas dialokasikan kemana karena beberapa smelter belum selesai," kata Rizal.
Katadata sudah mencoba mengonfirmasi kabar penundaan persetujuan RKAB dan penyusutan produksi bauksit imbas kebijakan larangan ekspor pada Juni 2023 kepada Direktur Pembinaan Program Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM, Tri Winarso. Namun hingga berita ini diturunkan, Tri belum memberikan tanggapan.