PGN Gandeng JNE untuk Konversi Kendaraan BBG, Tekan Biaya Logistik

ANTARA FOTO/HO/pras.
PGN menggandeng JNE untuk mengonversi kendaraan BBM miliki perusahaan logistik itu menjadi kendaraan BBG.
Penulis: Happy Fajrian
15/5/2023, 17.25 WIB

PT PGN Tbk, sebagai Subholding Gas PT Pertamina (Persero), melalui anak usaha PT Gagas Energi Indonesia, menggandeng PT Tiki Jalur Nugraha Ekakurir atau JNE untuk implementasi konversi bahan bakar gas (BBG) pada kendaraan milik JNE.

Direktur Utama Gagas Muhammad Hardiansyah dalam keterangannya di Jakarta, Senin mengatakan langkah tersebut merupakan upaya perluasan konversi gas bumi untuk bahan bakar transportasi darat khususnya kendaraan logistik.

Pada Senin ini, dilakukan penandatanganan nota kesepahaman antara Gagas dan JNE yang dirangkai sosialisasi pemanfaatan BBG dan uji coba kendaraan berbahan bakar gas.

Hadir dalam kesempatan tersebut Direktur Utama Gagas Muhammad Hardiansyah, Direktur Utama JNE M Feriadi, Direktur Eksekutif Asperindo Syarifuddin, dan Dewan Etika Asperindo Budi Paryanto di JNE Headquarter, Jakarta Barat.

Hardiansyah mengatakan Gagas siap menyediakan peralatan konversi BBG berupa konverter kit untuk kendaraan JNE, pengecekan kendaraan yang akan dikonversi BBG, dan penunjukan bengkel khusus untuk melakukan instalasi peralatan konversi BBG kendaraan milik JNE.

Selain itu, Gagas juga menyediakan SPBG untuk pengisian di berbagai lokasi. Dengan sistem bahan bakar ganda yakni BBM dan BBG, maka kendaraan logistik dapat menempuh jarak yang lebih jauh dengan biaya energi yang lebih terjangkau.

Sistem tersebut dapat dipakai dalam waktu yang bersamaan. Saat ini, harga BBG Rp4.500/liter setara Premium (LSP). Ia melanjutkan tabung gas yang tersedia untuk kendaraan berukuran 51 LWC atau setara 12 LSP dan 60 LWC atau 15 LSP.

Tabung berukuran 60 LWC dapat diaplikasikan pada kendaraan seperti mobil logistik berbahan bakar bensin dengan estimasi jarak tempuh 150–160 km untuk bahan bakar BBG saja. Apabila BBG habis di tengah jalan, maka otomatis pembakaran mesin akan beralih ke BBM, sehingga aktivitas perjalanan tidak akan terganggu.

“Ini menjadi tahap awal kerja sama kami dengan JNE. Mudah-mudahan dapat berjalan sesuai dengan yang telah dicanangkan, sehingga BBG dapat dikonversikan untuk motor maupun mobil milik JNE. Kami sangat mendukung efisiensi dan pengurangan emisi dapat terwujud dari program kerja sama ini,” ujar Hardiansyah.

Menurut dia, dengan biaya investasi konversi yang cukup terjangkau sekitar Rp20-25 juta, JNE akan mendapatkan manfaat jangka panjang dengan efisiensi energi di tengah ketidakpastian harga energi dunia saat ini.

“Penggunaan BBG pada kendaraan logistik ikut berkontribusi dalam pemanfaatan energi alternatif yang lebih murah dan ramah lingkungan,” ujarnya.

Hardiansyah melanjutkan untuk mendapatkan hasil dan efisiensi yang maksimal, program konversi BBM ke BBG akan lebih tepat dirasakan khususnya pada sektor logistik dengan volume penggunaan bahan bakar yang lebih besar.

Sama halnya dengan pemerintah, PGN Group memiliki harapan bahwa biaya energi yang lebih kompetitif dapat menurunkan biaya logistik nasional.

Direktur Utama JNE M Feriadi mengatakan bahwa saat ini, persaingan begitu luar biasa. Jika ingin survive terdapat dua hal yang perlu dilakukan. Pertama, terus berinovasi dan kedua, melakukan efisiensi.

“Salah satu ikhtiar yang kami (JNE) lakukan adalah melakukan inovasi yang dapat mendorong efisiensi. Ini juga sebagai langkah untuk mendukung program pemerintah untuk dapat melakukan konversi BBM ke BBG,” ujarnya.

Adapun harga BBG sebesar Rp4.500/LSP untuk transportasi berlaku sama di manapun lokasi pengisian, sehingga dapat menjadi pilihan yang tepat untuk efisiensi dari harga bahan bakar minimal 55%.

Tak hanya manfaat efisiensi bagi pengguna, BBG juga dapat mengembangkan ekosistem pemanfaatan BBG sebagai energi transisi untuk menekan impor energi dan menurunkan emisi karbon pada kendaraan sejalan program environmental, social, and governance (ESG).

Reporter: Antara