Pemerintah kembali membuka keran ekspor pasir laut setelah Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut.
Merujuk pada Pasal 1 PP Nomor 26 Tahun 2023, hasil sedimentasi di laut adalah sedimen di laut berupa material alami yang terbentuk oleh proses pelapukan dan erosi, yang terdistribusi oleh dinamika oseanografi dan terendapkan. Hasil sedimentasi tersebut dapat diambil untuk mencegah terjadinya gangguan ekosistem dan pelayaran.
Kendati demikian, badan usaha yang ingin mengeksploitasi hasil sedimentasi di laut harus mengajukan izin usaha pertambangan (IUP) Penjualan apabila mereka ingin melaksanakan kegiatan komersialisasi atau penjualan terhadap material pasir laut dari hasil pengerukan hasil sedimentasi.
Hal tersebut sebagaimana diatur di dalam Pasal 105 Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Menteri ESDM Arifin Tasrif menyampaikan kegiatan eksploitasi sedimentasi hasil laut tidak boleh masuk dalam wilayah IUP pertambangan.
"Wilayah yang dilakukan pembersihan ditentukan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan berdasarkan kajian tidak boleh masuk dalam wilayah IUP Pertambangan," kata Arifin dalam rapat kerja (Raker) dengan Komisi VII DPR pada Selasa (13/6).
Arifin juga mengatakan bahwa pasir laut yang boleh diambil dan diekspor adalah yang terbentuk dari hasil sedimentasi. Pengerukan sedimen pasir laut juga bermanfaat untuk industri perkapalan dan memperlancar perjalanan logistik laut, khususnya yang melewati selat dangkal.
Sebab, pengerukan sedimen akan memperdalam jalur pelayaran sehingga menurunkan risiko pelayaran dan mengurangi biaya pelayaran.
Kepala Balai Besar Pengujian Minerba Kementerian ESDM, Julian Ambassadur Shiddiq, menjelaskan ada perbedaan definisi yang signifikan antara hasil sedimentasi dan pasir laut. Menurutnya, sedimen merupakan hasil pelapukan batuan yang mengandung berbagai jenis material turunan seperti pasir maupun lempung.
Lempung merupakan hasil pelapukan batuan felspar dan batuan silikat alumina yang menghasilkan partikel tanah dengan diameter 0,005 millimeter (mm). Sedangkan istilah pasir mengacu pada hasil pelapukan batuan yang terdiri dari partikel atau butiran berukuran 1,16-22 mm.
Apabila batuan granit adalah sumber bahan asli dari pasir, maka batu pasir akan tersusun atas butiran-butiran mineral dari hornblende, biotit, ortoklas dan kuarsa.
"Intinya pasir itu mengacu pada ukuran. Sementara definisi sedimentasi adalah mineral hasil pelapukan batuan. Jadi semua hasil sedimentasi pasti ada mineral, hanya jenis kandungan mineralnya itu yang harus diperiksa," kata Shiddiq.
Dia menambahkan, pasir laut berasal dari pelapukan batuan di darat yang terbawa selama proses transportasi menuju dan berujung pada pengendapan di dasar laut. Dia mencontohkan, pasir laut di Provinsi Bangka Belitung mayoritas mengandung mineral monasit, timah dan silika.
"Pasir itu ukuran. Misal namanya pasir besi, artinya ukurannya pasir dan kandungan mineralnya besi. Lalu ada pasir silika yang mineralnya silika, ukurannya pasir," ujar Shiddiq.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mengatakan pengerukan hasil sedimentasi laut ditujukan untuk mengangkat pasir laut untuk proyek reklamasi di dalam negeri.
Trenggono melanjutkan, pemerintah kini banyak mengerjakan proyek reklamasi di sejumlah daerah seperti di pesisir perairan Banten, Jakarta, Jawa Timur, Kepulauan Riau hingga penambahan daratan di wilayah Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, Kalimantan Timur.
Dia juga mengatakan bahwa ada daerah yang mengajukan pengerukan pada wilayah sedimentasi laut. Satu diantaranya yakni Pemerintah Daerah (Pemda) Nanggroe Aceh Darussalam.