Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) menilai aturan devisa hasil ekspor atau DHE yang mulai berlaku pada 1 Agustus lalu mulai menggerus pendapatan pengusaha tambang batu bara, terutama di tengah pelemahan harga batu bara saat ini.
Sebelumnya, Presiden Jokowi menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2023 tentang Devisa Hasil Ekspor Dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam. Beleid ini merupakan revisi dari Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2019.
Dalam aturan terbaru, pemerintah mewajibkan pengusaha eksportir menempatkan DHE beberapa komoditas minimal tiga bulan di dalam negeri. Komoditas yang wajib parkir DHE antara lain, hasil pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan. Nilai DHE yang wajib diparkir adalah 30% dari total transaksi.
Direktur Eksekutif APBI Hendra Sinadia menilai kewajiban penempatan DHE itu akan menggerus pendapatan pelaku usaha tambang, di tengah penurunan harga batu bara.
"Aturan kewajiban penempatan 30% DHE selama minimal tiga bulan di perbankan dalam negeri, ditambah ada tren penurunan harga, tentu akan sangat memberatkan pelaku usaha," kata Hendra lewat pesan singkat pada Senin (7/8).
Pelaku usaha menilai pengesahan aturan DHE terbaru ini menimbulkan kewajiban baru yang semakin membebani eksportir.
Kewajiban tambahan itu berpotensi menyulitkan eksportir dalam mengelola arus kas, terlebih margin yang didapatkan oleh para eksportir tidak mencapai 30%/
Harga batu bara di pasar ICE Newcastle konsisten turun dalam dua pekan terakhir, setelah sempat mengalami kenaikan beruntun selama tujuh hari berturut-turut sejak 19 Juli hingga 24 Juli 2023 dengan harga terakhir US$ 158,35 per ton. Harga batu bara pada Selasa (7/8) berada di posisi US$ 150 per ton.
Hendra melanjutkan, tren penurunan harga batu bara turut mengerek beban biaya operasional pelaku usaha tambang, dengan rata-rata kenaikan 20% sampai 25%. Kenaikan biaya produksi datang dari meningkatnya biaya bahan bakar yang berpengaruh terhadap 25% hingga 35% dari biaya produksi.
Lebih lanjut, kata Hendra, merosotnya harga batu bara disebabkan oleh pasokan yang menumpuk dan penetrasi pembangkit energi terbarukan yang kian masif. Dia melanjutkan, kelebihan pasokan batu bara global saat ini tidak diimbangi oleh neraca permintaan yang agresif. Kelebihan pasokan terjadi karena produksi batu bara domestik di Cina naik signifikan.
Kondisi tersebut disandingkan dengan sikap India sebagai konsumen batu bara terbesar nomor dua dunia yang menekan porsi impor. Di sisi lain, realisasi produksi di Indonesia dan Australia sejauh ini juga masih tinggi. "Pasar batu bara dalam kondisi oversupply sehingga harga tertekan," ujar Hendra
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan bahwa penetapan DHE bertujuan untuk untuk mencegah para eksportir mineral dan batu bara (Minerba) memarkir hasil devisa mereka di luar negeri.
Menurut Arifin, langkah tersebeut dipercaya memperkuat cadangan devisa Indonesia. "Coba lihat saat booming harga komoditas minerba, cadangan devisa kita tidak meningkat. Dengan aturan tiga bulan ini, akan memperkuat cadangan devisa kita," kata Arifin di Kantor Kementerian ESDM pada Jumat (28/7).
Adapun saat ini devisa hasil ekspor wajib dibawa masuk dan disimpan di sistem keuangan Indonesia maksimal tiga bulan setelah pemberitahuan pabean ekspor. Devisa tersebut dimasukkan ke dalam negeri melalui rekening khusus atau reksus dari Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) maupun perbankan.
Empat sektor ekspor yang wajib parkir devisa itu antara lain pertambangan, kehutanan, perkebunan dan perikanan. Namun kewajiban memarkirkan tiga bulan ini hanya berlaku untuk nilai ekspor lebih dari US$ 250 ribu.