Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut binsar Pandjaitan angkat bicara terkait kritik pada program hilirisasi mineral. Menurutnya, data dalam kritik tersebut tidak menghitung semua turunan mineral yang diproduksi di dalam negeri.
Adapun, kritik yang dimaksud Luhut adalah yang dilayangkan oleh Ekonom Senior INDEF Faisal Basri. Secara singkat, Faisal berpendapat program hilirisasi mineral Indonesia justru menguntungkan Cina dan bukan rakyat Indonesia.
"Orang yang berkomentar tidak melihat data dengan cermat. Dia lupa kita sudah ada semelter HPAL. Banyak sekali produk lain yang tidak diketahui dia, sehingga data itu saja yang dikeluarkan," kata Luhut di Istana Kepresidenan, Senin (14/8).
Presiden Jokowi bahkan sudah mengomentari kritik Faisal Basri tersebut. Namun pada hari yang sama, Faisal menilai jawaban Jokowi atas kritiknya tidak berdasar pada data yang benar.
Menanggapi hal itu, Luhut menyampaikan salah satu sumber data yang disampaikan oleh Jokowi berasal dari dirinya. Luhut menegaskan dirinya tidak mungkin memberikan data yang keliru kepada Kepala Negara.
Faisal Basri Kritik Hilirisasi
Sebelumnya, Faisal berargumen produk hilirisasi nikel hanya mendukung industrialisasi di Cina. Pasalnya, mayoritas produk hilirisasi Indonesia dikirim ke negara tersebut.
Hal yang sama juga berlaku pada produk hilirisasi besi dan baja. Meski nilai ekspornya naik, mayoritas masih dalam bentuk produk turunan bernilai tambah rendah dan bukan produk yang rumit.
"Dan sungguh hilirisasi itu kita tidak dapat banyak, maksimum 10%, sisanya 90% lari ke Cina," kata Faisal di Jakarta, Selasa (8/8).
Menanggapi hal itu, Jokowi mencontohkan hilirisasi nikel yang meningkatkan nilai ekspor nikel menjadi Rp 510 triliun pada 2022. Jokowi mencatat nilai ekspor triliun sebelum masa hilirisasi hanya mencapai Rp 17 triliun.
"Negara itu hanya mengambil pajak. Mengambil pajak dari Rp 17 triliun sama ambil pajak Rp 500 triliun lebih besar mana?," kata Jokowi di Stasiun LRT Dukuh Atas, Kamis (10/8).
Pajak yang dimaksud Jokowi adalah Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penghasilan Badan, Pajak Penghasilan Karyawan, Pajak Penghasilan Perusahaan, royalti, bea ekspor, dan Penerimaan Negara Bukan Pajak.
Mantan Gubernur DKI Jakarta ini pun mempertanyakan tudingan Faisal terkait deindustrialisasi sektor pertambangan. Jokowi menekankan peningkatan nilai ekspor tersebut melalui proses industrialisasi.
Selain itu, Jokowi menilai peningkatan nilai ekspor tersebut meningkatkan kontribusi sektor industri kepada perekonomian nasional. Dengan demikian, Jokowi mengatakan kontribusi industrialisasi mineral terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) akan besar.
"Kontribusi terhadap PDB ekonomi pasti lebih gede. Logikanya bagaimana," kata Jokowi.