Pemerintah dan Forum Bisnis Energi di Indonesia menjajaki peluang kerja sama konektivitas listrik dengan Brunei Darussalam, Malaysia dan Filipina. Konektivitas listrik termasuk yang bersumber dari energi terbarukan.
Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan upaya ini dilakukan untuk mendukung ketahanan energi di kawasan Asia Tenggara.
“Kami akan masuk hal yang bisa kami lakukan segera karena ada yang butuh dan dalam konteks meningkatkan berbagi sumber daya,” kata Dadan di sela Pertemuan Menteri Energi ASEAN ke-41 dan Forum Bisnis Energi ASEAN di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, seperti dikutip Antara pada Kamis (24/8).
Rencananya, kerja sama tersebut akan dibahas dan dikerucutkan dalam pertemuan antara pemerintah dan pelaku bisnis empat negara tersebut di Nusa Dua.
Namun, ia belum membeberkan potensi nilai kerja sama serta pelaku bisnis yang akan melaksanakan interkonektivitas antar negara itu.
Dadan hanya menjelaskan skema konektivitas listrik itu nantinya menyambungkan listrik dari Indonesia ke Malaysia yang sudah berjalan saat ini.
Nantinya, sambungan listrik dari Malaysia itu akan dilanjutkan ke Brunei Darussalam. Kemudian sambungan menuju Filipina, lanjut dia, rencananya dilaksanakan melalui Sulawesi Utara.
“Jadi bukan Indonesia yang menyambungkan ke Brunei tapi dari Malaysia. Sedangkan dengan Filipina, kami lihat di bagian selatan yang interkoneksinya melalui Sulawesi Utara,” katanya.
Interkoneksi listrik itu juga mendorong pemanfaatan transisi energi menuju lebih bersih, menyesuaikan dengan potensi wilayah. Misalnya, di Kalimantan antara Indonesia dan Malaysia yang menyimpan potensi energi hidro sebagai energi terbarukan.
Begitu juga dengan Filipina, kata dia, memiliki potensi sumber daya energi terbarukan yakni geotermal.
“Kalau konektivitas basisnya energi fosil, pikiran saya, fosilnya saja yang dikirim, tidak perlu membuat jaringan karena geotermal tidak bisa dipindah, tapi minyak atau batu bara itu yang dikirim menggunakan kapal ke Filipina seperti yang terjadi sekarang,” katanya.
Senada dengan Dadan, Ketua Forum Bisnis Energi ASEAN (AEBF) 2023 Andy Tirta menjelaskan interkonektivitas listrik beberapa negara di kawasan Asia Tenggara itu sudah dilakuan pada 2022 antara Laos, Thailand, Malaysia, dan Singapura.
Interkonektivitas itu pun membuka investasi, termasuk investasi di sektor energi bersih di kawasan.
“Jadi ini kerja sama nyata, barangnya ada, pasar ada dan bagi investor ini bukan hal yang sulit untuk dijual,” katanya.
Sebelumnya, Badan Energi Terbarukan Internasional (IRENA) menyebut akan mengimplementasikan transisi menuju energi bersih, negara di ASEAN perlu pembiayaan sekitar US$ 29 triliun hingga 2050 dengan skema 100% energi terbarukan.
Sedangkan, dalam kajian Badan Energi Internasioanl (IEA) menyebutkan Indonesia membutuhkan sekitar hampir tiga kali lipat guna mendukung investasi energi bersih pada 2030 yakni tambahan investasi sebesar US$ 8 miliar per tahun.