Bank Dunia Ramal Harga Batu Bara Terus Terpuruk Hingga 2025

ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/nym.
Sebuah kapal tongkang pengangkut batu bara melintas di Sungai Musi, Palembang, Sumatera Selatan, Jumat (24/2/2023).
Penulis: Mela Syaharani
2/11/2023, 17.23 WIB

Bank Dunia memprediksi koreksi harga batu bara akan terus berlanjut hingga 2025. Tekanan terhadap harga berasal dari berlebihnya pasokan lantaran susutnya permintaan seiring transisi ke sumber energi yang lebih bersih.

Dalam laporan Commodity Market Outlook 2023, Bank Dunia memperkirakan harga batu bara turun 49% tahun ini, kemudian terus turun 26% pada 2024, dan turun 15% pada 2025. Penurunan ini dengan asumsi konflik di Timur Tengah antara Israel dan Hamas di Palestina tidak meningkat dan menyebar ke wilayah lainnya.

Perkiraan tersebut juga mengasumsikan bahwa pertumbuhan konsumsi saat ini akan melambat pada 2024 dan 2025, dengan peningkatan konsumsi yang lebih kecil di Cina dan India, serta penurunan yang lebih besar di Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa. Ini menyebabkan konsumsi global cenderung stagnan pada 2024 dan 2025.

“Konsumsi batu bara global akan mencapai titik tertinggi pada 2024 dan 2025, sama dengan tingkat tertinggi pada 2022. Konsumsi terus berpindah dari negara-negara OECD ke Asia, dengan Cina dan India diperkirakan menyumbang 70% konsumsi pada akhir tahun 2023,” tulis Bank Dunia, dikutip Kamis (2/11).

Konsumsi terbesar batu bara juga mulai beralih, yang awalnya berasal dari negara OECD kini bergerak menuju negara-negara Asia. Negara seperti Cna dan India bahkan berpotensi menyumbang 70% konsumsi batu bara pada akhir 2023 ini.

Selain harga yang menurun, konsumsi batu bara juga diperkirakan akan menurun. Ini disebabkan oleh sektor ketenagalistrikan karena pertumbuhan yang kuat dalam produksi energi terbarukan dan gas alam yang lebih murah.

Kendati demikian, Bank Dunia melihat adanya peningkatan konsumsi batubara di sektor industri pada akhir tahun 2024 dan 2025, di tengah prospek ekonomi yang membaik, terutama di Asia.

Produksi batu bara diperkirakan akan melebihi konsumsi, dengan pertumbuhan yang kuat di tiga produsen terbesar (Cina, India, dan Indonesia). Selain itu produksi berkelanjutan di negara-negara berbiaya tinggi, didukung oleh harga batu bara yang jauh di atas rata-rata historis.

Perkiraan ini mengasumsikan bahwa perdagangan batu bara internasional tetap kuat, meskipun ada sanksi yang terus berlanjut terhadap batubara dari Rusia.

Seperti diketahui harga batu bara turun signifikan sepanjang tahun ini, dari di kisaran US$ 280 per ton pada akhir 2022 menjadi sekitar US$ 120 per ton atau turun lebih dari 57%.

Faktor pendorong turunnya harga tahun ini yaitu turunnya permintaan dari Eropa seiring pasokan gas alam yang melimpah sehingga menyebabkan harganya menjadi lebih murah. Negara-negara Eropa dilaporkan telah memiliki persediaan gas alam yang mencukupi untuk musim dingin sehingga membatasi permintaan.

Sementara itu musim dingin yang diperkirakan baru akan memasuki puncaknya pada akhir November hingga awal Desember juga membatasi permintaan gas alam di Benua Biru.

Sementara itu Cina, negara produsen batu bara terbesar dunia dan konsumen batu bara terbesar kedua di dunia, mencatatkan rekor produksi. Di tengah tingginya produksi perusahaan utilitas di negara tersebut juga masih melakukan impor sebagai persiapan untuk menghadapi musim dingin.

Reporter: Mela Syaharani