Harga minyak turun lebih dari 2% pada perdagangan Rabu (8/11) ke level terendahnya dalam lebih dari tiga bulan. Hal ini seiring prospek permintaan yang melemah di Amerika Serikat (AS) dan Cina, dua negara pengonsumsi minyak terbesar dunia.

Brent ditutup di level US$ 79,54 per barel, turun US$ 2,07 atau 2,5% dibandingkan sesi sebelumnya. Sedangkan minyak mentah AS, West Texas Intermediate (WTI) turun US$ 2,04 atau 2,6% ke level US$ 75,33 per barel.

“Pasar semakin jelas tidak terlalu khawatir tentang potensi gangguan pasokan di Timur Tengah, sebaliknya fokus pada keseimbangan pasokan minyak mentah,” kata analis ING Bank, Warren Patterson dan Ewa Manthey, seperti dikutip dari Reuters pada Kamis (9/11).

Juga membebani harga yakni persediaan minyak mentah AS yang meningkat signifikan hingga 12 juta barel pada pekan lalu menurut data American Petroleum Institute (API). Ini menjadi penambahan persediaan minyak mentah terbesar sejak Februari.

Sementara itu Energy Information Administration (EIA) Amerika mengatakan bahwa produksi minyak mentah AS tahun ini akan naik lebih rendah dari yang diharapkan, namun konsumsi diperkirakan turun 300 ribu barel per hari (bph).

Sedangkan data dari Cina, negara pengimpor minyak terbesar dunia, menunjukkan bahwa total ekspor barang dan jasa terkontraksi lebih cepat dari perkiraan. Hal ini meningkatkan kekhawatiran melemahnya permintaan energi.

Di zona Euro, data menunjukkan turunnya penjualan ritel dan melemahnya permintaan konsumen yang semakin menguatkan prospek resesi.

“Keruntuhan harga minyak yang kita lihat mencerminkan dua hal: kekhawatiran terhadap perekonomian global berdasarkan data dari Cina dan juga rasa percaya diri bahwa perang di Israel dan Jalur Gaza tidak akan berdampak pada pasokan,” kata analis komoditas di Price Futures Group Phil Flynn.

Namun, impor minyak mentah Cina pada bulan Oktober menunjukkan pertumbuhan yang kuat dan gubernur bank sentralnya mengatakan Cina diperkirakan akan mencapai target pertumbuhan produk domestik brutonya pada tahun ini. Beijing telah menetapkan target pertumbuhan sekitar 5%.

Analis dari Goldman Sachs memperkirakan ekspor minyak bersih melalui laut oleh enam negara dari kelompok produsen minyak OPEC akan tetap hanya 600.000 barel per hari (bph) di bawah level bulan April. OPEC telah mengurangi produksi sebesar 2 juta bph sejak April 2023.

Sementara itu Menteri Energi Rusia Nikolai Shulginov menyatakan bahwa Rusia Tengah mempertimbangkan untuk mencabut larangan ekspor beberapa jenis bensin.

Moskow memberlakukan larangan ekspor bahan bakar pada 21 September untuk mengatasi tingginya harga bahan bakar dalam negeri dan kekurangan bahan bakar. Pembatasan ini dilonggarkan pada 6 Oktober dengan membuka keran ekspor solar, namun larangan ekspor bensin tetap berlaku.