Koreksi harga nikel berlanjut. Data Westmetall menunjukkan harga komoditas nikel di London Metal Exchange (LME) untuk kontrak 3 bulan ke depan pada Selasa (6/2) turun 1,2% ke angka US$ 15.880 per ton dibandingkan sehari sebelumnya di level US$ 16.075 per ton.
Meski tren harga sejak awal 2024 menunjukkan pergerakan fluktuatif, namun harga nikel telah bertahan di angka US$ 16.000-an sejak 5 Januari hingga 5 Februari kemarin.Berdasarkan data Westmetall, harga sejak September 2023 secara umum terus menunjukkan tren penurunan. Saat itu harga nikel per tonnya masih di angka US$ 20.000 per ton.
Di sisi lain, meskipun harga nikel cenderung menurun namun stok nikel menurut catatan LME terus bertambah. Bahkan sejak 30 Januari lalu stok nikel sudah menyentuh angka 70 ribu ton.
Forbes mencatat bahwa dalam 12 bulan terakhir harga nikel merosot hingga 45%. Anjloknya harga disebabkan oleh pasokan yang melebihi permintaan. Meski begitu Morgan Stanley memperkirakan nikel sudah mendekati harga terendahnya dan berpotensi untuk rebound atau berbalik naik.
"Hal ini tidak berarti akan terjadi pemulihan yang cepat, atau bahwa tidak diperlukan pengurangan produksi," kata analis Morgan Stanley, dikutip dari Forbes. Bank investasi yang berbasis di New York, Amerika Serikat ini memperkirakan harga nikel akan stabil di kisaran US$ 15.500 per ton.
Lesunya Permintaan di Cina
Salah satu faktor penekan harga nikel adalah lesunya permintaan, terutama dari Cina yang disebabkan melambatnya permintaan mobil listrik. Hal ini berdampak pada turunnya permintaan nikel untuk memproduksi baterai kendaraan listrik. Tidak hanya nikel, harga lithium juga tertekan.
Cina mengalami lonjakan produksi kendaraan listrik hingga 30% namun pertumbuhan ini jauh lebih rendah dibandingkan 2021 yang mencapai 2,5 kali lipat dan produksi hampir dua kali lipat yang terjadi pada 2022.
Disaat permintaan lithium dan nikel menurun, pasokan mineral tersebut telah berkembang pesat untuk mengantisipasi permintaan di masa depan. Proyek-proyek lithium yang signifikan telah dimulai terutama di negara-negara Amerika Selatan seperti Argentina. Indonesia juga terus mendorong produksi nikel secara signifikan.
Nikel yang juga dibutuhkan dalam komponen baja tahan karat yang digunakan dalam mesin industri dan bahan konstruksi mengalami penurunan permintaan akibat kelesuan yang terjadi di pasar properti Cina. Pada 2022, investasi dalam pengembangan real estat di Cina anjlok sebesar 9,6%.
Penurunan harga nikel dan litium telah menyebabkan penangguhan atau penghentian operasi di beberapa fasilitas tertentu. Raksasa pertambangan Australia, BHP, mengumumkan penghentian sementara beberapa segmen operasi konsentrator nikelnya, seperti yang dilaporkan oleh berbagai sumber media.
Demikian pula, Core Lithium, entitas pertambangan Australia lainnya, mengumumkan penghentian operasi di satu proyek lithium karena harga yang tertekan.