Cina dan India Bangun PLTU Jumbo, Pemerintah Tepis Senjakala Batu Bara

ANTARA FOTO/Andri Saputra/foc.
Pekerja mengoperasikan alat berat saat bongkar muat batu bara ke dalam truk yang didatangkan dari Samarinda di Pelabuhan PLTU Tidore Kepulauan, Maluku Utara, Kamis (4/1/2023).
Penulis: Mela Syaharani
29/2/2024, 18.20 WIB

Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) mengatakan masih optimis dengan permintaan batu bara di masa yang akan datang dengan masih adanya proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berkapasitas jumbo di Cina dan India.

Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves Septian Hario Seto menepis berbagai prediksi dari berbagai pihak internasional yang menyebutkan bahwa senjakala batu bara akan segera dimulai di beberapa tahun mendatang.

Namun Septian menyebut bahwa puncak permintaan batu bara tidak akan terjadi pada 2025 ataupun 2026. Menurut dia dengan adanya perencanaan pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berkapasitas besar di negara pengekspor batu bara terbesar di Cina dan India, senjakala batu bara belum akan terjadi.

“Saya melihat batu bara lebih optimis. Kalau kita lihat pipeline dari pembangunan PLTU di Cina yang ada 300 gigawatt (GW) dan India ada sekitar 60 GW. saya tidak melihat demand batu bara akan menurun anytime soon,” kata Septian dalam acara CNBC Economic Outlook 2024 yang dipantau secara daring pada Kamis (29/2).

Oleh sebab itu, Septian masih yakin bahwa permintaan batu bara masih akan mengalami peningkatan. “Makanya kalau kita lihat selama beberapa tahun terakhir harga batu bara relatif stabil di level yang cukup tinggi dibandingkan dengan rata-rata historisnya,” ujarnya.

Berbicara mengenai kapasitas PLTU yang rencananya akan dibangun di Cina, Septian menyebut untuk kapasitas 300 GW ini dibutuhkan miliaran ton batu bara. “Soal PLTU Cina tadi kalau 300 GW kira-kira mungkin antara 1,8 sampai 2,1 miliar ton batu bara per tahun yang dibutuhkan,” ucapnya.

Besarnya kebutuhan batu bara dari dua negara ini dinilai masih akan cukup baik bagi iklim pertambangan Indonesia. “Ini akan berdampak pada sektor pertambangan batu bara kita dan kontribusi pnbp dan pajak, royalti. Saya kira angkanya juga masih akan cukup signifikan untuk kontribusi kepada PNBP Indonesia,” kata dia.

Sebagai informasi, produksi batu bara Indonesia pada 2023 mencapai hampir 112% dari target mencapai 775 juta ton dari target 694,5 juta ton.

Sebelumnya Ketua Indonesian Mining & Energy Forum (IMEF) Singgih Widagdo mengatakan capaian produksi melebihi target ini masih berpeluang terjadi pada target tahun ini.

“Tahun ini targetnya 710 juta ton. Saya perkirakan realisasinya juga akan mendekati,” kata Singgih dalam CORE Indonesia Outlook Ekonomi Sektor-Sektor Strategis 2024 di Jakarta pada Selasa (23/1).

Proyeksi ini didasarkan pada permintaan yang menurutnya masih akan tetap ada. “Permintaan kita kan dari Cina dan India, kalau negara lainnya saya lihat sepertinya akan mulai limitasi penggunaan batu bara sesuai dengan target bauran energi,” ujarnya.

Singgih melihat dengan penerapan limitasi untuk mendukung transisi energi maka permintaan utama batu bara Indonesia hanya berasal dari Cina dan India. “Demand masih ada karena Cina dan India juga masih membangun PLTU juga,” kata dia.

Reporter: Mela Syaharani