WN Cina Tersangka Tambang Emas Ilegal, Begini Kronologi dan Modusnya

Arief Kamaludin | Katadata
Ilustrasi emas.
Penulis: Mela Syaharani
13/5/2024, 14.38 WIB

Kementerian ESDM menetapkan YH (48) warga negara Cina sebagai tersangka kasus tambang emas ilegal di Ketapang, Kalimantan Barat.

Direktur Teknik dan Lingkungan Mineral dan Batubara Sunindyo Suryo Herdadi mengatakan tersangka sebagai penanggung jawab dari semua kegiatan yang ada di tunnel, bersama-sama beberapa tenaga kerja dan warga lokal untuk mendukung kegiatan non-inti seperti pemompaan, house keeping dan catering.

Tersangka tidak mempunyai izin usaha jasa pertambangan (IUJP), sebagai syarat untuk bekerja sebagai kontraktor di wilayah IUP menurut peraturan perundangan yang berlaku.

“Dia yang menggerakkan semua operasi kegiatan. Untuk saat ini yang terbukti di lapangan sehingga penyidik bisa menentukan status tersangkanya,” kata Nindyo dalam konferensi pers, ‘Penegakan Hukum Pertambangan Mineral dan Batubara’ yang digelar pada Sabtu (11/5).

Nindyo mengatakan, penindakan operasi tambang ilegal ini bermula dari kegiatan pengawasan usaha penambangan serta menanggapi aduan terhadap dugaan kegiatan pertambangan bijih emas dengan metode tambang dalam yang dilakukan di lokasi wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP).

Dari pengawasan ini ditemukan sejumlah bukti kegiatan penambangan bijih emas di lokasi tambang dalam IUP yang saat ini sedang dalam proses pemeliharaan. Setelah dilakukan pengukuran oleh surveyor yang kompeten ditemukan kemajuan lubang tambang dengan total panjang 1.648,3 meter dan volume total tunnel adalah 4467,2 m3.

“Ini kegiatan ilegal dan dilakukan di tambang bawah tanah yang bisa dibilang, melihat dari volumenya tadi cukup besar,” katanya.

Di lokasi tambang dalam ini ditemukan sejumlah alat bukti yang menjadi ciri khas pengolahan dan pemurnian emas. Mulai dari pemecah batu (grinder), induction furnace, pemanas listrik, kuali untuk melebur emas, cetakan bullion grafit, exhaust/kipas hisap, bahan kimia penangkap emas, garam, kapur dan peralatan yang digunakan untuk menambang antara lain blasting machine, lower dozer, dump truck listrik dan lori.

Nindyo menyebut, telah dilakukan pemeriksaan sejumlah saksi namun belum ada kesimpulan dari pemeriksaan tersebut. Nindyo belum bisa memastikan potensi keterlibatan oknum perusahaan yang sebelumnya mengelola WIUP tersebut.

“Ya semua bisa saja mengarah ke pihak tertentu, hasil dari pemeriksaan nanti dan bukti-buktinya. Kami sudah memeriksa orang-orang yang kedapatan melakukan kegiatan pada saat tim melakukan operasi tindakan hukum,” kata dia.

Modus yang digunakan dalam tambang ilegal ini adalah memanfaatkan lubang tambang dalam (tunnel) yang masih dalam masa pemeliharaan di WIUP dengan alasan kegiatan pemeliharaan dan perawatan.

Padahal kegiatan di tunnel tersebut melaksanakan blasting/pembongkaran menggunakan bahan peledak, kemudian mengolah dan memurnikan bijih emas di lokasi tersebut atau di dalam tunnel.

“Seperti yang tadi disampaikan bahwa peralatan yang beroperasi itu tidak untuk kegiatan produksi, tapi ternyata oleh yang bersangkutan disalahgunakan sehingga terjadilah tindak pidana illegal ini,” ujarnya.

Hasil pekerjaan pemurnian di tunnel tersebut dibawa ke luar lubang dalam bentuk dore/bullion emas. Namun hingga konferensi pers digelar pada Sabtu lalu, pemerintah belum mengetahui secara pasti jumlah bullion emas yang dihasilkan.

“Ini sedang didalami. Karena kami sedang menghitung dari volume tunnel yang ada kemudian nanti juga akan berkoordinasi dengan lembaga terkait untuk menghitung apakah ada jejak-jejak transaksi tersebut,” ucapnya.

Kementerian ESDM mengatakan atas kegiatan tersebut, tersangka dinyatakan secara terang-benderang melakukan penambangan tanpa izin yang dimaksud dalam pasal 158 UU Nomor 3 Tahun 2020 dengan ancaman hukuman kurungan selama-lamanya lima tahun dan denda maksimal 100 miliar rupiah.

Meski sudah terjerat pasal di atas, Nindyo menyebut kasus ini tidak menutup kemungkinan untuk dikembangkan menjadi perkara pidana dalam undang-undang selain UU Minerba. Belum ada perhitungan resmi atas kerugian negara atas kasus ini.

“Masih dalam perhitungan dari lembaga terkait yang memiliki kompetensi untuk menghitung kerugian negara,” kata dia.

Reporter: Mela Syaharani