Harga minyak sempat naik usai Presiden Iran Ebrahim Raisi dilaporkan tewas dalam kecelakaan helikopter pada Minggu (19/5). Minyak Brent naik ke level US$ 84,24 per barel, sedangkan West Texas Intermediate (WTI) menembus US$ 80 per barel pada perdagangan Senin (20/5).
Meski begitu, dua harga minyak acuan global berbalik turun pada akhir sesi perdagangan dengan Brent merosot ke US$ 83,71 per barel, dan WTI ke level US$ 79,80 per barel. Koreksi berlanjut pada perdagangan Selasa (22/5), dengan Brent turun ke level US$ 82,86 dan WTI US$ 79,16.
Sejumlah analis mengatakan bahwa pasar tidak terpengaruh oleh peristiwa tewasnya Presiden Iran. Hal ini lantaran jabatan Pemimpin Tertinggi Iran dipegang oleh Ayatollah Ali Khamenei yang berhak memutuskan semua urusan negara, bukan Raisi sebagai presiden.
Di saat yang sama pasar juga tidak terpengaruh oleh berita menurunnya kesehatan Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz Al Saud yang tengah dirawat di Jepang.
Kepala Strategi Komoditas ING, Warren Patterson, mengatakan bahwa pasar lebih mengantisipasi rapat kebijakan OPEC terkait produksi minyak pada 1 Juni mendatang. Menurutnya, pasar semakin mati rasa terhadap perkembangan geopolitik.
“Pergerakan harga minyak masih berada dalam kisaran terbatas. Tanpa katalis baru, kita mungkin harus menunggu kejelasan seputar kebijakan produksi OPEC untuk keluar dari kisaran ini,” kata Patterson seperti dikutip dari Reuters, Selasa (21/5).
Koreksi harga minyak juga dipengaruhi oleh antisipasi pasar terhadap kebijakan suku bunga bank sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve atau The Fed, yang menyatakan bahwa mereka menunggu sinyal lebih banyak bahwa inflasi mereda sebelum memangkas suku bunga.
“Kekhawatiran akan melemahnya permintaan mendorong aksi jual di pasar minyak seiring prospek pemangkasan suku bunga The Fed semakin minim,” kata analis Fujitomi Securities, Toshitaka Tazawa.
“Tewasnya Presiden Iran dan masalah kesehatan Raja Salman sepertinya tidak berdampak terhadap pasar karena tidak jelas apakan hal tersebut akan berdampak pada kebijakan energi,” kata Tazawa menambahkan.
Ali strategis pasar IG, Yeap Jun Rong, mengatakan bahwa harga berbalik turun meski terjadi peningkatan ketidakpastian di Iran. Hal ini karena investor menilai status-quo dalam hal kebijakan saat ini dan konflik regional yang lebih luas tidak akan terjadi.
Menurut dia, investor fokus pada kebijakan pasokan dari OPEC dan sekutunya, atau lebih dikenal sebagai OPEC+. Mereka dijadwalkan bertemu pada tanggal 1 Juni untuk menetapkan kebijakan produksi, termasuk apakah akan memperpanjang pemotongan sukarela sebesar 2,2 juta barel per hari yang dilakukan beberapa anggota.
“Harga masih menunggu katalis untuk mendorong penembusan kisaran saat ini, dengan perhatian masih tertuju pada perkembangan geopolitik, bersama dengan data persediaan minyak minggu ini,” kata Yeap.
Sumber internal OPEC+ mengatakan bahwa kartel minyak global tersebut dapat memperpanjang kebijakan pengurangan produksi secara sukarela jika permintaan gagal meningkat.