Pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia masih belum optimal. Direktur Eksekutif CORE, Mohammad Faisal menilai pemerintah belum memaksimalkan potensi sumber daya yang ada. Akibatnya, pemanfaatan EBT di Indonesia masih jauh dari target yang telah ditetapkan. Pada tahun 2024, pemerintah menargetkan bauran energi nasional mencapai 19,49 persen dan optimis akan mencapai 23 persen pada 2025.
"Pemanfaatan EBT masih jauh dibandingkan target, apalagi dibandingkan dengan potensi besar EBT di Indonesia seperti tenaga surya, angin, air, panas bumi, dan lainnya," ungkap Faisal, dalam keterangan resmi, Jumat (11/10).
Ia menekankan bahwa percepatan pemanfaatan EBT membutuhkan kemauan politik yang kuat serta strategi serius dari pemerintah dan pihak terkait.
Faisal juga menyoroti bahwa meski pemanfaatan EBT memerlukan investasi besar di awal, biaya produksi jangka panjang bisa jauh lebih murah. Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya insentif investasi untuk membantu menutupi biaya awal yang tinggi.
"Dana untuk investasi EBT sebenarnya bisa didapat dari berbagai sumber, jangan hanya mengandalkan APBN," tambahnya.
Faisal menyarankan konsolidasi dana seperti CSR, dana internasional, karbon trading, dan lainnya untuk mendanai proyek-proyek EBT yang membutuhkan investasi besar di tahap awal.
Di sisi lain, Star Energy Geothermal, anak perusahaan PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN), secara signifikan akan meningkatkan kapasitas terpasangnya dalam energi hijau.
CEO Barito Renewables, Hendra Tan, mengatakan, perseroan akan meningkatkan kapasitas terpasang melalui proyek retrofitting dan penambahan kapasitas baru untuk mendukung upaya Indonesia dalam mencapai target net zero emission.
"Dengan melakukan retrofit dan menambah kapasitas pembangkit yang ada, kami memastikan masa depan yang berkelanjutan dan efisien untuk energi bersih di negara ini," kata Hendra.
Ia menyampaikan, secara total diproyeksikan akan meningkatkan kapasitas terpasang Star Energy Geothermal sebesar 102,6 MW dengan investasi diperkirakan mencapai US$ 346 juta.
Adapun langkah dalam meningkatkan kapasitas tersebut yaitu penambahan pembangkit baru seperti ekspansi Salak Unit 7 dengan penambahan 40 MW dan Wayang Windu Unit 3 yang dapat menambah 30 MW.
Kemudian, peningkatan kapasitas di unit yang ada seperti retrofit Wayang Windu Unit 1 & 2 dengan peningkatan 18,4 MW, retrofit Salak Unit 4, 5, dan 6 yang dapat mengalami peningkatan 7,2 MW, retrofit Darajat Unit 3 dengan peningkatan 7 MW.
Lalu kolaborasi layanan laboratorium dengan PT Pertamina Geothermal Energy Tbk, yang berfokus pada pengambilan sampel dan analisis fluida geothermal untuk lebih meningkatkan efisiensi operasional dan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang naik.
Pengembangan proyek-proyek di atas akan meningkatkan kapasitas dari 230,5 MW menjadi 278,9 MW di Wayang Windu, dari 381 MW menjadi 428,2 MW di Salak, dan dari 274,5 MW menjadi 281,5 MW di Darajat.