Harga Minyak Dunia Turun Imbas Potensi Kesepakatan Dagang Cina dan AS

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/rwa.
Kapal Floating Storage Offloading (FSO) Arco Ardjuna Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ) melakukan proses lifting minyak ke kapal tanker di perairan utara Subang, Laut Jawa, Jawa Barat, Senin (3/4/2023). FSO Arco Ardjuna yang berkapasitas 1 juta barel minyak tersebut memiliki tugas penting sebagai fasilitas pe­nampung hasil produksi minyak mentah lapangan PHE ONWJ yang selanjutnya dikirim ke oil tanker untuk dibawa ke kilang minyak.
28/10/2025, 10.40 WIB

Harga minyak dunia turun pada perdagangan Selasa (28/10), setelah organisasi pengekspor minyak dunia (OPEC) berencana meningkatkan produksi. Hal ini dilakukan untuk mengimbangi potensi kesepakatan dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Cina.

Minyak berjangka Brent turun 4 sen menjadi US$ 65,58 per barel pada pukul 01.06 GMT, sementara minyak West Texas Intermediate AS turun 9 sen menjadi US$ 61,22 per barel.

Salah satu sumber Reuters mengatakan pasar saat ini sedang menakar potensi perkembangan perdagangan AS-Cina dan prospek pasokan secara keseluruhan. Adapun OPEC dan sekutunya atau OPEC+, termasuk Rusia, saat ini cenderung meningkatkan produksi pada Desember. Hal ini dilakukan setelah mereka membatasi produksi selama bertahun-tahun guna menjaga pasar minyak.

Mengingat AS dan Cina merupakan dua konsumen minyak terbesar di dunia saat ini yang sedang bersitegang dalam beberapa waktu terakhir. “Cina berharap bisa menemukan jalan tengah dengan AS untuk mempersiapkan interaksi tingkat tinggi antara kedua negara,” kata Menteri Luar Negeri Wang Yi kepada Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio dalam panggilan telepon, dikutip dari Reuters, Selasa (28/10).

Minggu lalu, minyak Brent dan WTI mencatat kenaikan mingguan terbesar sejak Juni, setelah Trump memberlakukan sanksi terkait Ukraina terhadap Rusia untuk pertama kalinya dalam masa jabatan keduanya, yang menargetkan perusahaan minyak Lukoil dan Rosneft.

Setelah sanksi tersebut, produsen minyak terbesar kedua Rusia, Lukoil, mengatakam bahwa mereka akan menjual aset internasionalnya. Ini adalah tindakan paling signifikan sejauh ini oleh perusahaan Rusia sebagai respons terhadap sanksi Barat atas perang Rusia di Ukraina, yang dimulai pada Februari 2022.

“Pasar terkejut dengan langkah AS untuk menjatuhkan sanksi terhadap dua produsen minyak terbesar Rusia, Rosneft PJSC dan Lukoil PJSC, yang bersama-sama menyumbang hampir setengah dari total ekspor minyak mentah negara tersebut. Namun, kekhawatiran tentang kelebihan pasokan minyak tetap ada,” kata sumber Reuters.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

Reporter: Mela Syaharani