Genjot Daya Saing, Industri Tekstil Diramal Butuh Investasi Rp 175 T

ANTARA FOTO/Maulana Surya
Peserta beasiswa industri tekstil mengikuti praktek pelatihan di Akademi Komunitas Industri Tekstil dan Produk Tekstil Surakarta, Solo, Jawa Tengah, Senin (12/3/2018).
Editor: Ekarina
11/12/2019, 14.38 WIB

Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) terus didorong untuk meningkatkan daya saing di tengah besarnya tekanan dan persaingan menghadapi produk impor. Adapun investasi yang diperlukan untuk proses revitalisasi dan permesinan TPT diperkirakan mencapai Rp 175 triliun.  

Minimnya daya saing industri TPT saat ini disinyalir karena masih ada sebagian pabrik yang menggunakan mesin tua. Karenanya perlu revitalisasi agar  produksinya kembali optimal. 

"Jadi nilai investasi Rp 175 triliun ini merupakan harmonisasi antara superhulu kepada hilir sampai ke industri garmen yang diperlukan dalam waktu tujuh tahun," ujar Wakil Ketua Umum Badan Pengurus Harian Asosiasi Pertekstilan Indonesia(API) di Jakarta, Rabu (11/12).

Untuk investasi mesin produksi, diperkirakan mencapai Rp 75 triliun dari total nilai investasi industri.

Anne menyatakan, setelah investasi itu direalisasikan, maka kontrubusi devisa industri TPT dalam negeri diharapkan meningkat 10 kali lipat dalam  12 tahun. Sementara, untuk net devisa yakni pendapatan ekspor dikurangi impor diproyeksikan akan mencapai US$ 30 miliar.

(Baca: Meski Permendag Tekstil Sudah Direvisi, Celah Impor Masih Terbuka)

"Pada prisnsipnya, dalam waktu 10 tahun devisa akan meningkat dari US$ 13,2 miliar setahun menjadi US$ 49 miliar di 2030," kata dia.

Karenanya dia berharap, setelah revitalisasi, pasar ekspor bisa diperluas melalui peningkatan perjanjian dagang (trade agreement) maupun meningkatkan konsumsi dalam negeri. 

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menjelaskan revitalisasi alat produksi industri tekstil merupakan tindak lanjut pertemuan antara Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan asosiasi pertekstilan di Istana. Saat itu, pengusaha membahas upaya peningkatan daya saing produk.

Oleh karena itu, Presiden meminta BKPM untuk melakukan klasifikasi prioritas realisasi investasi sehingga dapat melahirkan produk tekstil yang mampu bersaing.

"Saya diminta untuk mencari prioritas, makanya kami akan klasifikasikan mana yang menjadi prioritas untuk revitalisasi," kata Bahlil.

(Baca: Revisi Aturan untuk Perketat Impor Tekstil Ditargetkan Rampung Besok)

Jokowi sebelumnya mengatakan pertumbuhan industri TPT sebenarnya cukup tinggi pada kuartal kedua 2019 yakni mencapai 20,71%. Bahkan, industri TPT masuk lima besar industri dengan kontribusi tertinggi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) di triwulan kedua 2019.

Meski demikian, Jokowi menilai pertumbuhan pangsa pasar TPT RI di pasar global masih stagnan, yakni sebesar 1,6% pada 2018. Angka ini tertinggal jauh jika dibandingkan dengan Tiongkok yang sebesar 31,8%, ternasuk dibandingkan dengan Vietnam yang sebesar 4,59% dan Bangladesh yang sebesar 4,72%.

“Ekspor tekstil dan produk tekstil kita di triwulan kedua 2019 juga turun 0,6% dari periode yang sama di 2018,” kata Presiden beberapa waktu lalu.

Reporter: Tri Kurnia Yunianto