Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pemerintah akan melakukan sejumlah langkah untuk menekan impor yang berpengaruh terhadap defisit neraca migas. Apalagi dalam rilis Badan Pusat Statistik atau BPS, angka defisit bidang migas mencapai US$ 829,2 juta pada Oktober lalu.
Airlangga mengatakan kebijakan yang menjadi sasaran pemerintah adalah pelaksanaan Mandatori Biodiesel 30 % (B30) serta restrukturisasi Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI). Dua kebijakan ini untuk menekan impor, terutama minyak dan produk olahan minyak.
“Ini adalah quick wins memperkuat neraca perdagangan Indonesia,” kata Airlangga dalam keterangan tertulisnya, Jumat (15/11).
(Baca: Arahan Jokowi Tekan Defisit Neraca Dagang: Kilang Minyak, Lifting, B30)
Airlangga mengatakan dari hasil uji coba, bahan bakar B20 dan B30 telah memenuhi parameter kadar air, FAME, viskositas, densitas, dan angka asam sudah seperti yang diperlukan. Dengan kata lain, penggunaan biodiesel tak memberi perbedaan signifikan trerhadap kendaraan yang menggunakan Bahan bakar Minyak (BBM) murni.
“Saat implementasi B30 dilaksanakan 1 Januari, diproyeksikan ada penghematan devisa US$ 4,8 miliar sepanjang 2020,” kata Airlangga.
Langkah selanjutnya adalah menekan impor migas lewat fasilitas milik TPPI guna mensubstitusi impor produk petrokimia. Selain itu fasilitas TPPI ini dapat mendukung program gasifikasi batubara menjadi Dimethyl Ether (DME) untuk menggantikan Liquified Petroleum Gas (LPG).
TPPI dirintis pada 1995 oleh PT Tirtamas Majutama dan diserahkan kepada pemerintah lantaran Grup Tirtamas terlilit utang Rp 3,2 triliun kepada sejumlah bank saat krisis moneter. Utang berserta bunganya tersebut semakin membengkak hingga saat ini.
Makanya pemerintah siap mengkonversi saham multiyears bond menjadi saham Tuban Petrochemical Industries (TPI) yang merupakan holding dari TPPI.
“Langkah ini diharapkan dapat menurunkan angka impor ke depan,” kata Ketua Umum Golkar tersebut.
(Baca: Ekspor Membaik, Neraca Perdagangan Oktober Surplus US$ 161 Juta)
Airlangga juga sempat mengomentari surplus neraca perdagangan Oktober 2019 sebesar US$ 161,3 juta. Angka ini merupakan perbaikan signifikan dari periode yang sama tahun lalu yakni defisit US$ 1,75 miliar. Meski neraca migas defisit, namun surplus US$ 990,5 juta masih dialami neraca non migas.
“Ini mengindikasikan program yang dijalankan pemerintah berada pada arah yang benar,” ujar dia.
Airlangga juga mengatakan angka ekspor Oktober 2019 US$ 14,9 miliar melebihi perkiraan banyak pihak. Namun pemerintah juga akan mengambil langkah guna memacu ekspor, “Salah satunya menyederhanakan izin investasi melali Omnibus Law, “katanya.