Ekspansi Kerap Terhambat, Peretail Tunggu Revisi Perpres 112/2007

Arief Kamaludin / Katadata
Stand Alfamart di area pameran
Penulis: Rizky Alika
Editor: Ekarina
30/7/2019, 07.39 WIB

Pengusaha retail modern mendesak pemerintah untuk segera merevisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 112 Tahun 2007. Ketua Asosiasi Pengusaha Retaill Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey mengatakan tanpa revisi tersebut, peretail melakukan ekspansi dan membuka toko ke beberapa daerah.

"Tanpa revisi Perpres, proses pengajuan izin panjang sekali sehingga tidak  bisa melakukan ekspansi. Kalau tidak ekspansi, tidak ada pertumbuhan," kata dia di Grand Mercure Hotel, Jakarta, Senin (29/7).

Sebab dalam Perpres tersebut, kegaiatan ekspansi pengusaha retail modern harus memenuhi syarat Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) di provinsi atau kabupaten. Sementara, dari 514 kabupaten/kota, baru ada 50 daerah yang memiliki RDTR.

(Baca: Pengusaha Retail Tak Keberatan dengan Penarikan Cukai Plastik)

Kondisi tersebut turut mempersulit ekspansi pembukaan toko pengusaha retail ke daerah yang belum memiliki RDTR. Tanpa dipenuhinya syarat detail tata ruang, ekspansi dapat dilakukan dengan membuat Peraturan Gubernur (Pergub). Namun, "Ini proses panjang jadi cost tinggi," ujarnya.

Sedangkan, Roy pesimistis penyusunan RDTR di bawah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tidak dapat dilakukan dengan cepat, mengingat banyaknya pekerjaan yang harus diselesaikan kementerian tersebut.  

(Baca: Buka-Tutup Gerai, Strategi Bertahan di Tengah Ketatnya Persaingan)

Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Tjahya Widayanti mengatakan revisi Perpres akan mengubah persyaratan ekspansi dengan RDTR atau Rancangan Tata Ruang Wilayah (RTRW). "Sementara untuk yang lainnya tidak begitu banyak perubahan," katanya.

Selain itu, beleid tersebut akan mewajibkan pasar tradisional untuk memiliki asuransi. Hal ini untuk menjamin pasar bila terjadi kebakaran. Ia pun menargetkan, aturan tersebut akan rampung pada tahun ini.

Adapun, revisi Perpres tersebut telah dilakukan sejak 2015. Namun, revisi perpres tersebut belum kunjung selesai hingga saat ini.

Reporter: Rizky Alika