Danau Toba yang Belum Selesai Bersolek

KATADATA/MICHAEL REILY
Suasana saat matahari terbenam di pinggir Pantai Parbaba, pantai berpasir putih yang ada di kawasan Danau Toba, Sumatera Utara.
Penulis: Michael Reily
20/7/2019, 08.15 WIB

Nangkok Tamba (39) melihat peningkatan pariwisata di Danau Toba sebagai kesempatan. Dia membangun sebuah komunitas angkutan umum bertitel Pariwisata Danau Toba (Paradat), kombinasi motor dan tempat angkutan yang muat untuk lima orang.

Untuk membangun satu unit Paradat butuh sekitar Rp 9,5 juta, tak termasuk biaya motor. Saat ini, komunitas Paradat sudah memiliki 30 unit kendaraan. Untuk perjalanan dekat, biaya transportasi hanya Rp 10 ribu per orang. Namun, mereka juga menawarkan paket wisata Rp 150 ribu untuk tiga lokasi.

Dalam paket wisata ini, Paradat akan mengantar dan menunggu wisatawan ke Desa Tomok, Panorama Pantai Tuk-Tuk, serta Batu Kursi. Meskipun lokasi wisata juga bisa berubah sesuai kemauan pelanggan. “Kami siap antar ke mana saja di Samosir, tetapi batas waktu hanya sampai pukul enam sore,” kata Nangkok.

Desa Wisata Ulos Lumban Suhi Suhi di Pulau Samosir. (Katadata/Michael Reily)

Banyak sekali obyek wisata menarik di pesisir Samosir. Selain tiga lokasi itu, Desa Lumban Suhi-Suhi sebagai desa asal pengrajin Ulos dari Samosir adalah tempat wajib kunjung. Pada pagi hari, para pengrajin bakal memamerkan keahlian tenun. Wisatawan domestik maupun mancanegara juga bisa membeli Ulos.

Setelah melihat Ulos di Desa Lumban Suhi-Suhi, Pantai Pasir Putih Parbaba juga menawarkan pemandangan Danau Toba yang indah. Di Sumatera Utara, matahari terbit dan tenggelam lebih lambat sekitar satu jam daripada Jakarta. Para pemburu foto punya waktu lebih banyak untuk persiapan.

Tak ada matahari berarti jalan bakal gelap gulita. Penyebabnya, fasilitas penerangan jalan di Pulau Samosir dan sekitar Danau Toba tak sepenuhnya tersedia. Pengemudi mobil dan motor pun harus ekstra waspada pada malam hari. Alhasil, aktivitas pun hanya ramai di sekitar kawasan penginapan.

(Baca: Tanpa Regenerasi, Desa Wisata Ulos Danau Toba Kekurangan Penenun)

Tren Digital Mendongkrak Bisnis Hotel

Salah satu lokasi terkenal adalah Tuktuk, tempat sejumlah vila, hotel, dan rumah tinggal (homestay) yang menyediakan tempat istirahat dengan pemandangan Danau Toba. Selain penginapan, banyak sekali toko cinderamata, tempat makan, bar, dan rental motor di sepanjang jalan.

Manajer Reservasi Online Anju Cottage, Frado Siregar (26) mengungkapkan teknologi digital meningkatkan penjualan kamar hotel secara signifikan. Walau sedang dalam musim sepi kunjungan, okupansi kamar masih mencapai 80%. Musim ramai kunjungan berada ketika liburan hari raya, seperti Lebaran dan Natal-Tahun Baru.

Frado menjelaskan, pemesanan lewat agen pariwisata digital juga lebih menguntungkan karena ongkos promosi yang lebih murah. “Aplikasi online membantu sekali, dulu kebanyakan pelanggan dari pemandu wisata yang kami bayar, sekarang mereka datang sendiri,” ujarnya.

Mayoritas pengunjung yang datang ke Anju Cottage adalah wisatawan domestik. Alasannya, wisatawan mancanegara lebih memilih homestay karena pengalaman budaya. Selain itu, tarif bermalam di homestay jauh lebih murah untuk turis asing yang kebanyakan tinggal dalam waktu lama.

Dia menambahkan, komitmen pemerintah untuk membangun pariwisata Danau Toba sebagai salah satu dari 10 Bali Baru, bahkan masuk ke dalam 4 Wisata Super Prioritas, jadi penarik wisatawan. Pemerintah bahkan mendirikan Badan Pelaksana Otorita Danau Toba (BPODT) di bawah Kementerian Pariwisata.

Investasi atau pengurusan usaha di Danau Toba jadi tanggung jawab langsung ke pemerintah pusat. Alhasil, pengusaha pariwisata di Danau Toba jadi lebih mudah melakukan kredit perbankan. Anju Cottage juga telah meminjam modal untuk membangun kolam renang.

Meski pembangunan infrastruktur Danau Toba tengah berlangsung, Frado berharap masyarakat siap dengan perubahan. “Masyarakat harus mengubah pola pikir, pembangunan jalan memang cepat, tapi berubah untuk jadi sumber daya manusia yang sesuai kebutuhan pariwisata perlu waktu,” katanya.

Pantai Pasir Putih Bulbul di kawasan Danau Toba, Sumatera Utara. (Michael Reily|KATADATA)

Samuel Manik (45) juga mengungkapkan hal yang sama. Sebagai pemilik Samuel’s Restaurant, jaraknya hanya jalan kaki 5 menit dari Anju Cottage, dia meminta supaya masyarakat dapat memiliki sikap yang tepat dalam menghadapi kemajuan pariwisata.

Samuel menceritakan ide untuk mendirikan restoran muncul ketika istrinya berhenti bekerja sebagai koki di Anju Cottage. Padahal, dulu dia hanya kerja di ladang sebagai petani. Dia mengaku keputusan tepat karena berhasil menguliahkan dua anaknya di Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Universitas Pelita Harapan (UPH).

Samuel’s Restaurant pun berdiri 1999 untuk memenuhi kebutuhan turis asing. Tercermin dari daftar menu yang isinya makanan barat seperti panekuk, hamburger, dan steak. Namun, dia menyelipkan kuliner Tanah Air seperti gado-gado dan rujak sebagai pengenalan budaya.

Strategi itu pun berhasil menjaring turis asal Eropa. Dia mengklaim setiap seminggu sekali, sekitar 30 orang turis asing dari Benua Biru, mampir ke restoran. Alasannya, agen perjalanan sudah percaya dengan Samuel’s Restaurant. “Yang paling penting, saya harus bisa Bahasa Inggris juga,” ujar Samuel.

(Baca: Menko Luhut Dukung Grab Sediakan Layanan di Tujuh Bandara Sumatera)

Memacu Infrastruktur dan Akomodasi

Direktur Utama BPODT Arie Prasetyo mengatakan, akses wisatawan domestik maupun internasional ke Danau Toba semakin baik sejak dibangunnya Bandara Silangit. Selain dari beberapa kota besar di Indonesia, ada pula penerbangan langsung dari Kuala Lumpur (Malaysia) ke Silangit yang dilayani Indonesia Air Asia empat kali dalam seminggu.

Garuda Indonesia pernah membuka rute Singapura-Silangit tetapi hanya bertahan tiga bulan. “Kami masih terus mengkaji membuka kembali penerbangan ini. Malaysia dan Singapura pasar terdekat, ini jadi perhatian kami,” kata Arie kepada Katadata.co.id. BPODT juga menjajaki pasar wisatawan asal Tiongkok, Thailand, dan India.

Pembangunan infrastruktur pendukung ditargetkan rampung pada 2020, seperti jalan tol dari Kuala Namu-Tebing Tinggi-Siantar-Parapat, pembangunan jalan nasional ke Danau Toba, dan pelabuhan. “Jalan lingkar di Pulau Samosir sudah terbangun 75%. Pelabuhan mencapai 50%,” ujarnya. Landas pacu di Bandara Silangit juga diperpanjang dan kapasitas terminalnya sudah mencapai 75%.

Daerah Tuktuk merupakan kawasan penginapan di Pulau Samosir, Danau Toba. (ANTARA FOTO/Anis Efizudin)

Untuk menambah akomodasi, Arie menyebut ada lahan 400 ha di dekat Bandara Sibisa, Toba Samosir yang akan dikembangkan sebagai kawasan hotel, atraksi, dan amenitas. “Tahun lalu kami sudah tandatangani perjanjian investasi dengan 7 investor dalam negeri untuk mulai pembangunan 2020,” kata Arie. Nilai investasi untuk kawasan tersebut mencapai sekitar Rp 6,1 triliun.

(Baca: Pemerintah Siapkan Skema Pembiayaan Homestay di 10 Bali Baru)

Danau Toba ditargetkan bisa menjadi UNESCO Global Geopark dalam waktu dekat mengingat sejarah terbentuknya yang berasal dari letusan vulkanik hebat. Destinasi ini bukan sekadar mengunggulkan keindahan alam, kekayaan budaya juga menjadi daya tarik lainnya. Beberapa kegiatan tahunan, seperti Toba Caldera World Music Festival, dinilai bisa menggaet lebih banyak wisatawan datang ke Danau Toba dan mengisi kekosongan di saat musim sepi (low season).

Halaman: