Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, neraca dagang Indonesia pada semester I 2019 defisit US$ 1,93 miliar. Dengan adanya surplus US$ 200 juta pada Juni 2019, defisit pada neraca dagang pada semester I 2019 mengecil dibandingkan dengan periode Januari-Mei 2019 sebesar US$2,14 miliar.
Meski begitu, menurut catatan BPS, defisit neraca perdagangan semester I 2019 merupakan yang terdalam selama empat tahun terakhir.
Rinciannya, pada semester I 2015 neraca perdagangan Indonesia surplus sebesar US$ 7,67 miliar. Kemudian semester I 2016 neraca dagang juga surplus US$ 9,53 miliar serta semester I 2017 dengan realisasi surplus mencapai US$ 11,84 miliar. Sementara, pada semester I tahun 2018 defisit US$ 1,02 miliar.
Neraca dagang pada semester I tahun ini masih dibebani oleh defisit migas yang mencapai US$ 4,7 miliar, meski jumlahnya menyusut dibanding periode sebelumnya. “Kalau dilihat tren defisit migas mengecil pada Januari-Juni 2018 sebesar US$ 5,6 miliar, sekarang US$ 4,7 miliar,” kata Kepala BPS Suhariyanto di Jakarta, Senin (15/7).
BPS juga melaporkan, ekspor Indonesia Januari–Juni 2019 mencapai US$ 80,32 miliar atau menurun 8,57% secara tahunan. Sementara ekspor nonmigas mencapai US$ 74,21 miliar yang juga menurun 6,54%.
(Baca: Tertinggi Sepanjang 2019, Neraca Dagang Juni Ditaksir Surplus Rp 9,6 T)
Suhariyanto mengatakan, ekspor nonmigas hasil industri pengolahan sepanjang semester I turun 4,59% dibanding periode yang sama pada 2018, demikian juga ekspor hasil pertanian turun 1,03%, dan ekspor hasil tambang dan lainnya turun 15,44%.
Berdasarkan daerah asal, ekspor Indonesia terbesar pada semester I berasal dari Jawa Barat US$ 14,50 miliar (18,05%), diikuti Jawa Timur US$ 9,24 miliar (11,50%) dan Kalimantan Timur US$ 8,35 miliar (10,40%).
Sementara nilai impor secara kumulatif selama semester I mencapai US$ 82,25 miliar, turun 7,63% dari periode yang sama tahun sebelumnya. Secara rinci, impor migas menyumbang sebesar US$ 10,89 miliar dan impor non migas sebesar US$ 71,36 miliar terhadap total impor.
Berdasarkan asal negaranya, pemasok barang impor nonmigas terbesar selama semester I masih ditempati Tiongkok dengan nilai US$ 20,63 miliar (28,91%), Jepang US$ 7,66 miliar (10,73%), dan Thailand US$ 4,62 miliar (6,48%). Adapun impor dari keseluruhan Asean, impor nonmigas menyumbang 19,44%, sementara dari Uni Eropa 8,20%.
(Baca: Impor Migas Tinggi, Jokowi Tegur Jonan dan Rini di Sidang Kabinet)
Sementara berdasarkan golongan penggunaan barang, baik impor barang konsumsi, bahan baku/penolong, dan barang modal seluruhnya mengalami penurunan dibanding periode yang sama tahun sebelumnya masing-masing 9,31%, 7,73%, dan 6,15%.