Indonesia dan Turki sepakat mempercepat perundingan perjanjian perdagangan barang dalam kerangka Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Turki (IT-CEPA) tahun ini. Dengan adanya perjanjian tersebut, Indonesia berpeluang memanfaatkan Turki sebagai pintu masuk ke pasar Timur Tengah, Eropa Selatan dan Afrika Utara.
Isu percepatan tersebut disampaikan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita dalam pertemuan bilateral dengan Menteri Perdagangan Turki Ruhsar Pekcan di Ankara, Jumat (12/7). Kunjungan ini merupakan tindak lanjut dari pertemuan singkat kedua Kepala Negara di sela-sela KTT G-20 di Osaka, Jepang Juni lalu.
“Kedua negara menekankan pentingnya penyelesaian segera perundingan IT-CEPA di tengah ketidakpastian perdagangan global saat ini,” kata Enggar dalam keterangan resmi, Minggu (14/7).
(Baca: Imbas Perang Dagang, Pemerintah Siapkan 12 Perjanjian Dagang Bilateral)
Karenanya, kedua menteri sepakat untuk menugaskan kedua tim perunding mulai meningkatkan kontak guna mempersiapkan perundingan putaran keempat yang direncanakan pada bulan Oktober 2019.
Dalam pertemuan ini Mendag Enggar juga menyampaikan permintaan agar Turki lebih selektif dalam menerapkan langkah pengamanan perdagangan (anti-dumping, anti-circumvention, maupun safeguard).
Mendag juga mengusulkan agar korespondensi dalam proses investigasi dilakukan dalam Bahasa Inggris. Selain itu, tindakan anti-dumping serta pengamanan perdagangan lainnya yang hingga saat ini dikenakan ke Indonesia dapat diterminasi bila sudah memasuki usia 10 tahun.
(Baca: Perjanjian Dagang RI-Chili Segera Berlaku, Pos Tarif Berkurang 89,6%)
“Menteri Perdagangan Turki menyatakan bahwa kebijakan pengamanan perdagangannya telah sesuai dengan ketentuan di WTO, namun setelah kita jelaskan sejumlah kesulitan yang dihadapi Indonesia dalam proses investigasi. Mendag Turki sepakat menugaskan timnya guna membahas hal ini dalam konteks perundingan CEPA,” ujarnya.
Kedua menteri juga sepakat untuk mendorong dialog bisnis antara kedua negara secara lebih intensif dengan target yang jelas. Masing-masing negara dinilai memiliki potential hub untuk memasuki pasar di kawasan.
Indonesia, misalnya, dapat memanfaatkan Turki sebagai pintu untuk memasuki pasar Timur Tengah, Eropa Selatan dan Afrika Utara. Sebaliknya, Turki dapat menjadikan Indonesia sebagai basis untuk memasuki pasar ASEAN berpenduduk 600 juta jiwa maupun Kawasan Regional Comprehensive Economic Partnership atau RCEP sebesar 3,5 miliar jiwa.
Untuk itu, kedua menteri berharap CEPA yang sedang dirundingkan saat ini
dapat menjadi insentif untuk mendorong tidak saja perdagangan kedua negara, tetapi juga investasi dua arah yang saling menguntungkan.
Duta Besar LBBP RI di Ankara, Lalu Muhamad Iqbal mengatakan akan memfasilitasi komunikasi dengan pihak Turki baik dalam mendorong penyelesaian perundingan CEPA, maupun melaporkan hambatan-hambatan perdagangan yang dihadapi Indonesia di pasar Turki kepada Kementerian Perdagangan di Jakarta.
Dubes Iqbal menjelaskan bahwa produk Indonesia sangat kompetitif di Turki. Kondisi ekonomi dunia saat ini menyebabkan perekonomian Turki lebih terdampak dibandingkan Indonesia. Sebaliknya kinerja ekonomi Indonesia yang relatif baik telah menarik perhatian pelaku bisnis Turki untuk bermitra dengan Indonesia baik di bidang perdagangan maupun investasi.
"CEPA antara kedua negara dapat mendongkrak nilai perdagangan kedua negara dan mendorong investasi dua arah," ujar Iqbal.
IT-CEPA diprediksi bisa berdampak peningkatan perdagangan cukup signifikan. Berdasarkan data yang diolah Kemendag, total perdagangan Indonesia-Turki pada 2018 tercatat sebesar US$ 1,79 miliar, naik tipis dibandingkan 2017 sebesar US$1,70 miliar. Adapun pada 2018 Indonesia meraih surplus US$ 634,9 juta dengan nilai ekspor sebesar US$ 1,81 miliar dan impor US$ 611,5 juta.
Sementara itu, untuk periode Januari-April 2019 total perdagangan kedua negara mencapai US$ 503,7 juta dengan ekspor Indonesia sebesar US$ 381 juta dan impor US$ 122,7 juta.