Rencana Komisi Uni Eropa untuk mengeluarkan minyak kelapa sawit sebagai bahan baku biofuel sempat membuat gaduh sejumlah negara produsen komoditas tersebut, termasuk Indonesia, beberapa waktu lalu. Rupanya, di tengah keriuhan wacana ini, ekspor Indonesia ke benua biru itu malah meningkat pada Februari kemarin.
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) menyatakan ada peningkatan ekspor 27 % CPO ke Uni Eropa pada Februari 2019. Demikan pula pengiriman ke Bangladesh bertambah 8 %. Walau demikian, secara total, ekspor CPO dan turunannya pada bulan Februari sebesar 2,88 juta ton, turun 11 % dari Januari yang mencapai 3,25 juta ton.
(Baca: Diskriminasi Sawit, Faisal Basri Saran Diplomasi Tidak Lewat Luhut )
Direktur Eksekutif Gapki Mukti Sardjono menyatakan ekspor CPO hanya 852,3 ribu ton dan sisanya merupakan produk turunan. Negara yang permintaanya melemah signifikan yaitu Amerika Serikat menurun 48 %, Pakistan 41 %, Cina 22 %, Afrika 16 %, dan India 14,5 %. “Penurunan disebabkan antara lain karena bulan Februari lebih pendek daripada Januari,” kata Mukti melalui keterangan resminya, Selasa (2/4).
Menurut dia, tantangan hambatan perdagangan paling besar adalah adopsi Renewable Energi Directive II oleh Komisi Uni-Eropa pada 13 Maret 2019 lalu. Kebijakan itu bakal menghapus penggunaan biodiesel berbasis sawit karena dianggap memiliki risiko tinggi terhadap deforestasi.
Gapki pun masih mempertanyakan landasan ilmiah kebijakan RED II karena tak seimbang untuk penggunaan minyak nabati lain seperti kedelai, rapeseed, dan biji bunga matahari. “Diskriminasi negara Uni Eropa tentu sangat merugikan negara produsen sawit,” ujar Mukti.
(Baca: Tepis Kritik, Komisi ISPO Sebut Sertifikasi Kebun Sawit Terpercaya)
Untuk pemakaian dalam negeri, program B20 mencatatkan penyerapan biodiesel 648 ribu ton, naik 17 % daripada Januari yang hanya 552 ribu ton. Para pengusaha berharap uji coba B30 segera terjadi untuk implementasi peningkatan kadar CPO dalam biodiesel menjadi 30 %.
Mukti mengungkapkan bahwa penggunaan biodiesel berbasis CPO bakal meningkatkan konsumsi nasional serta menghemat devisa impor migas. “Tingginya penggunaan CPO dalam negeri akan mengurangi ketergantungan kepada ekspor,” katanya.
Data Gapki menunjukkan stok minyak sawit pada Februari sebesar 2,5 juta ton, turun 17 % daripada pasokan akhir yang mencapai 3,02 juta ton pada Januari. Harga rata-rata CPO global pada bulan lalu pun menunjukkan tren positif sebesar 5 % menjadi US$ 556,5 per ton dari US$ 556,5 per ton pada bulan sebelumnya.
Pengusaha Dukung Pemerintah Lawan Diskriminasi Sawit
Sebelumnya, para pengusaha mendukung upaya pemerintah untuk melawan diskriminasi sawit oleh Uni Eropa. Upaya hukum akan dilakukan secara paralel oleh pemerintah dengan melayangkan gugatan melalui Organisasi Pedagangan Dunia (WTO) dan pengusaha melalui Mahkamah Uni Eropa atau Court of Justice of the European Union (CJEU).
Langkah tersebut sebagai tindak lanjut hasil rapat koordinasi yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution. “Kami sebagai mitra pemerintah akan terus saling berbicara dan berdiskusi langkah yang diambil,” kata Wakil Ketua Umum Gapki Togar Sitanggang, Senin (25/3).
(Baca: Buntut Diskriminasi Sawit, Malaysia Ancam Boikot Jet Tempur Uni Eropa)
Gugatan tersebut akan diajukan bila Parlemen Uni Eropa menyetujui rancangan kebijakan bertajuk “Delegated Regulation Supplementing Directive of The EU Renewable Energy Directive (RED) II”. Selain itu, pengusaha sawit sedang memelajari gugatan pelabelan palm oil free. Sebab, label palm oil free yang tercantum pada produk buatan Eropa yang tidak mengandung minyak kelapa sawit juga dinilai diskriminatif.