Padahal menurut Darmin, Tiongkok sebelumnya memiliki permintaan cukup besar terutama pada produk berbasis komoditas, seperti produk hasil pertambangan dan perkebunan. Sehingga, dengan permintaan Tiongkok yang berkurang akibat pelemahan ekonomi dalam negerinya, otomatis akan berpengaruh pula terhadap ekspor komoditas Indonesia.
Selain itu, perkembangan ekonomi dunia juga sangat cepat dalam adaptasi perang dagang antara AS dan Tiongkok juga diakui Darmin menyulitkan posisi Indonesia dalam mengalihkan ekspornya ke pasar lain. "Kita masih butuh waktu untuk penyesuaian dan pengalihan ekspor ke negara lain," ujar Darmin.
Untuk mengantisipasi penurunan permintaan Tiongkok maupun meningkatkan ekspor ke negara lain, pemerintah sebelumnya telah merilis sejumlah kebijakan peningkatan ekspor jangka pendek. Contohnya adalah simplifikasi ekspor Completely Build Up (CBU) untuk produk otomotif.
(Baca: Defisit Neraca Dagang Berlanjut, Kurs Rupiah Melemah Jadi 14.100/US$)
Kemudian, pemerintah juga tengah mendorong ekspor produk-produk hasil industri olahan, yang memiliki nilai tambah lebih besar dibanding sekedar mengekspor komoditas mentah.
Menurut Darmin, beberapa produk hasil industri yang berpotensi ditingkatkan itumisalnya, produk industri tekstil dan elektronik yang kemungkinan cukup manarik bagi negara lain. Sedangkan untuk produk berbasis sumber daya alam, pemerintah juga akan terus mendorong ekspor berbasis produk perikanan.