Dua Fokus Kebijakan Ekspor untuk Tekan Defisit Neraca Dagang

ANTARA FOTO/Didik Suhartono
Kapal tunda (tug boat) melintas di Selat Madura, Surabaya, Jawa Timur, Rabu (15/3). Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur, nilai ekspor Jawa Timur bulan Februari 2017 mencapai USD 1.522,99 juta atau naik 11,18 persen dibanding ekspor bulan Januari 2017 yang mencapai USD 1.369,87 juta.
Penulis: Michael Reily
Editor: Pingit Aria
16/1/2019, 06.09 WIB

Sementara itu, Ekonom Maybank Indonesia Myrdal Gunarto menyorot peningkatan impor yang mencapai 20,15% dan ekspor hanya 6,65%. Dia menyebut fenomena itu mencerminkan Indonesia telah mencoba untuk meningkatkan aktivitas ekonomi secara domestik.

Menurut Myrdal, pemerintah mencoba untuk meningkatkan konsumsi masyarakat secara nasional dan meningkatkan pembangunan infrastruktur. "Itu bisa terlihat dengan pertumbuhan ekonomi yang selalu berada di kisaran 5%," kata dia dalam keterangan yang diterima Katadata.

Maybank Indonesia memproyeksi pertumbuhan ekspor masih bakal sulit karena pertumbuhan ekonomi dunia yang lambat, harga komoditas yang rendah, serta peningkatan kebijakan proteksi dalam perdagangan internasional. Alhasil, defisit neraca dagang masih bakal terjadi pada tahun 2019.

Myrdal mengungkapkan ekspor akan tumbuh sekitar 3,73% dan impor naik pada level 6,41%. "Tahun ini, impor akan lebih rendah karena berkurangnya kebutuhan untuk infrastruktur, pergerakan harga minyak yang melambat, serta pemerintah akan semakin efektif menekan impor," ujarnya.

Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia menekankan, pemerintah masih bisa berupaya untuk memperkecil defisit dengan pengereman impor. Contohnya, dengan implementasi PPh 22 impor barang konsumsi, program B20, atau kebijakan TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri).


Untuk jangka panjang, pemerintah harus melakukan revitalisasi industri manufaktur mutlak sehingga akselerasi daya saing dan pertumbuhan ekspor. "Perlu lebih serius mendorong diversifikasi ke negara-negara tujuan ekspor nontradisional, sehingga ketergantungan terhadap pasar ekspor utama tidak terlalu besar," tertulis dalam pernyataan CORE.

Beberapa waktu lalu, Ketua Komite Tetap Pengembangan Ekspor Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Handito Joewono  menjelaskan pengusaha telah menyusun pengembangan ekspor sejak 2016. Sehingga, pemerintah seharusnya bisa menyesuaikan rencana pengembangan itu dengan kebijakan yang tepat.

(Baca: Perluas Pasar Nontradisional, Pemerintah Relokasi Pusat Promosi)

Dia mengatakan, industri otomotif dan tekstil sudah memiliki kapasitas untuk meningkatkan ekspor produk jadi. "Sekarang tergantung sikap pemerintah untuk memberikan insentif yang besar supaya industri memiliki kepastian produksi," kata Handito.

Kadin juga sedang menyusun daftar lengkap tentang pengembangan ekspor produk ekonomi kerakyatan yang menurutnya memiliki potensi besar. Pengusaha pun mendorong  produk busana, kriya, serta pangan agar bisa menembus pasar ekspor.

Sehingga, Gerakan Ekspor Nasional bertujuan untuk meningkatkan minat pelaku usaha di daerah dengan orientasi ekspor. "Kapasitas sudah ada, ekspor pelaku usaha baru segmen kecil dan menengah akan lebih terasa kepada devisa dan kesejahteraan rakyat," ujar Handito.

Halaman:
Reporter: Michael Reily