Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) tengah mewaspadai penetrasi pasar ekspor sawit Malaysia ke India seiring dengan fasilitas penurunan bea masuk yang diterima negara itu. Alhasil, produk sawit Malaysia akan jauh lebih kompetitif dibanding Indonesia yang masih dikenakan bea masuk tinggi.
Mulai 1 Januari 2019, Malaysia akan mendapatkan penurunan bea masuk ke India sebesar 4%, untuk minyak kelapa sawit (CPO) dari 44% menjadi 40% dan produk turunan sawit dari 54% menjadi 50%. Skema itu berdasarkan India dan Malaysia Coomprehensive Economic Cooperation Agreement (CECA).
Ketua Umum Gapki Joko Supriyono menjelaskan perbandingan itu membuat Malaysia diuntungkan. "Sementara bagi kita itu merugikan karena bea masuknya lebih tinggi," kata Joko di Jakarta, Rabu (12/12).
Dia menjelaskan, Indonesia harus mulai mengadakan perundingan bilateral dengan India untuk perjanjian dagang komprehensif. Sebab, kendala mengenai tarif atau bea masuk yang berdasarkan kebijakan pemerintah harus selesai antarpemerintah. Padahal, India merupakan satu pasar ekspor sawit terbesar Indonesia.
(Baca: Ekspor Sawit Oktober Naik 5% Terdorong Lonjakan Permintaan Tiongkok)
Joko mengungkapkan, pemerintah hanya bisa meminta penambahan impor CPO India dari Indonesia. "Tetapi itu kan harus take and give, harus ada timbal balik," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Perdagangan, Kementerian Perdagangan, Kasan menuturkan, penurunan tarif impor India tidak akan signifikan terhadap volume impor sawit dari Malaysia. Pihaknya telah membuat analisis regresi sederhana terkait perubahan tarif bea masuk India.
Kasan mengatakan perubahan bea masuk India bisa berdampak signifikan terhadap volume impor CPO dari Indonesia. Setiap kenaikan tarif 1% di India akan menurunkan volume impor dari Indonesia sebesar 3958.7 ton. Sebaliknya, jika tarif turun 1% akan menaikkan ekspor sebanyak 3958.7 ton.
(Baca juga: Permintaan Pasar Tradisional Berkurang, Ekspor Sawit Tertekan)
Penurunan tarif dari 44% menjadi 40% pada tahun 2019 akan menyebabkan kenaikan volume ekspor sebesar 190,02 ribu ton atau kenaikan nilai sebesar US$ 135 juta. "Secara statistik, tidak signifikan terhadap volume impor CPO India dari Malaysia," kata Kasan.
Indonesia bisa mendapatkan bea masuk yang sama melalui skema Asean-India Free Trade Agreement (AIFTA). Kenaikan tarif impor produk turunan sawit India bisa berdampak signifikan terhadap volume impor dari Indonesia dan Malaysia.
Setiap kenaikan tarif 1% di India akan menurunkan volume impor dari Indonesia sebesar 2.010 ton, sehingga penurunan tarif dari 54% menjadi 50% memberi dampak kenaikan volume ekspor turunan sawit sebesar 96,5 ribu ton atau kenaikan nilai ekspor US$ 69,76 juta.
Sedangkan bagi Malaysia, kenaikan tarif impor India 1% menurunkan volume impor turunan sawit dari Malaysia sebesar 749.05 ton, sehingga penurunan tarif dari 54% menjadi 45% berdampak pada kenaikan volume ekspor turunan sawit sebesar 80.9 ribu ton dan kenaikan nilai ekspor sebesar US% 58,02 juta.