Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) membantah adanya kebocoran dana infrastruktur senilai Rp 45 triliun. Menurut pemeriksaan BPK, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) telah merealisasikan belanja infrastruktur 2015-2017 sebesar Rp 289,9 triliun dan tidak ada proyek infrastruktur yang mangkrak.
Hal ini dikatakan Anggota BPK Rizal Djalil dalam konferensi pers, di Jakarta, Senin (22/10). "BPK belum melakukan pemeriksaan anggaran tahun 2018 karena pemeriksaan itu dilakukan di 2019," kata Rizal.
Sebelumnya, sebuah media online menyebutkan adanya kebocoran proyek infrastruktur di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Namun ketika tautan situs tersebut dimasuki, berita yang dimaksud sudah tidak ada. Rizal mengatakan, BPK tidak pernah memberikan pernyataan seperti itu. "Sehingga tidak perlu lagi ada penafsiran yang tidak perlu," kata dia.
Auditor Utama Keuangan Negara IV BPK Laode Nusriadi menjelaskan, angka Rp 45 triliun tersebut merupakan temuan BPK dari 2003 hingga semester I 2017. Temuan tersebut mencakup seluruh kegiatan pemerintah, jadi bukan hanya infrastruktur. "Sudah ditindak lanjuti Aparat Penegak Hukum sebesar Rp 44 triliun atau 96%," katanya.
(Baca: BPK Temukan Tiga Pelanggaran Chevron yang Bisa Rugikan Negara)
Temuan BPK
BPK dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I (IHPS I) tahun 2018 mengungkapkan 9.808 temuan yang memuat 15.773 permasalahan dari 700 Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP). Rincian permasalahan yang disampaikan BPK adalah 7.539 masalah kelemahan Sistem Pengendalian Intern (SPI), 8.030 masalah ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, dan 204 permasalahan ketidakhematan, ketidakefisienan, serta ketidakefektifan.
Ketua BPK Moermahadi Soerja Djanegara mengatakan, sebanyak 5.172 masalah dari 8.030 permasalahan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan berdampak finansial. Sebanyak 3.557 permasalahan mengakibatkan potensi kerugian Rp 2,34 triliun, sebanyak 513 masalah dengan potensi kerugian Rp 1,03 triliun, dan kekurangan penerimaan sebanyak 1.102 permasalahan senilai Rp 6,69 triliun.
"Atas permasalahan ketidakpatuhan yang berdampak finansial tersebut, pada saat pemeriksaan, entitas telah menindaklanjuti dengan menyerahkan aset dan menyetor ke kas negara atau daerah atau perusahaan senilai Rp 676,15 miliar," kata Moermahadi di Komplek Parlemen, Jakarta, Selasa (2/10).
IHPS I-2018 juga memuat ikhtisar dari 652 Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) keuangan yang terdiri atas 106 LHP keuangan pada pemerintah pusat, 542 LHP keuangan pada pemerintah daerah, dan 4 LHP keuangan badan lainnya.
Dari hasil tersebut, BPK memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2017. Dalam pemeriksaan LKPP, BPK juga memeriksa 86 Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga (LKKL) dan 1 Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LKBUN) Tahun 2017.
Hasil pemeriksaan atas LKKL dan LKBUN Tahun 2017 menunjukkan, 79 LKKL dan 1 LKBUN memperoleh opini WTP atau 90% dari total yang diperiksa. Sedangkan, 6 LKKL memperoleh opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) atau 7%, dan 2 LKKL memperoleh opini Tidak Menyatakan Pendapat (TMP) setara 2%.
"Opini WTP LKKL telah mengalami peningkatan sebesar 7% dari 2016 yang hanya 74 LKKL menjadi 80 LKKL pada 2017. Namun, opini WTP sebesar 91% tersebut masih di bawah target Sasaran Pokok Pembangunan Tata Kelola dan Reformasi Birokrasi sebesar 95% pada tahun 2019," kata Moermahadi.
(Baca: BPK: Tak Ada Kerugian Negara dari Pemeriksaan Lingkungan Freeport)