Di lain pihak, Ketua Umum Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Petelur Nasional (PPN) Yudianto Yosgiarso meminta pemerintah bisa menetapkan harga yang wajar jika revisi harga acuan nantinya jadi direalisasikan.“Kalau ada peningkatan itu bagus,” kata Yudianto.
Dia menjelaskan regulasi pemerintah harus berpihak terhadap peternak ayam petelur karena banyak faktor pemicu kenaikan harga telur pasca-Lebaran.
Berdasarkan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional, harga satu kilogram telur ayam ras pada 18 Juni 2018 Rp 25.300. Peningkatan terus terjadi sampai 11 Juli 2018 hingga mencapai Rp 26.900 per kilogram.
Yudianto mengatakan telur ayam merupakan barang yang tidak bisa disimpan. Sehingga, apabila terjadi kelebihan produksi, maka harga jualnya bisa merosot. Sementara itu menurutnya, persaingan pedagang telur juga semakin ketat ketika banyak perusahaan yang izinnya sebagai peternakan ayam pedaging juga ikut menjual telur.
“Harganya bisa turun sampai 40% kalau pengusaha ayam pedaging juga ikut berjualan telur,” ujarnya.
Populasi ayam petelur juga kian terancam karena peternak ayam petelur biasanya memotong ayamnya untuk dijual saat Lebaran karena permintaanya tinggi.
Karenanya, Yudianto pun mengingatkan pemerintah tidak mengambil langkah yang merugikan peternak, seperti dengan menempuh impor telur yang dapat menambah ketat persaingan usahaayam. “Ayam petelur kami bakal mulai produksi lagi dalam waktu dekat,” katanya.