Luhut Tawarkan 15% Lahan Sentra Garam NTT Dikelola Masyarakat

ANTARA FOTO/Dedhez Anggara
Petani garam
22/5/2018, 13.31 WIB

Pemerintah akan segera menyelesaikan persoalan lahan yang membelit pengembangan sentra produksi garam Nusa Tenggara Timur (NTT). Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan menawarkan solusi memberikan 10-15 persen lahan produksi bagi masyarakat lokal. 

Solusi menjawab permintaan Bupati yang rapat bersama dirinya membahas soal sentra garam NTT. Keduanya meminta permasalahan rakyat diperhatikan sebelum produsen garam masuk. Oleh sebab itu kesepakatan dalam rapat adalah pemberian porsi lahan kepada masyarakat.

"Rakyat dapat 10 sampai 15 persen untuk plasmanya," kata Luhut di Jakarta, Senin (22/5). (Baca: Masalah Lahan Masih Hambat Pengembangan Sentra Garam NTT)

Solusi ini baru sekadar usulan, keputusan finalnya akan diambil Senin pekan depan. Nantinya, Luhut akan meminta Bupati, masyarakat, dan pemerintah sama-sama bersepakat untuk menyelesaikan segala permasalahan yang ada.

Direktur Operasional PT Garam (Persero) Hartono kemarin mengatakan masih ada sekitar 225 hektare lahan di desa Bipolo dan Nunkurus Kabupaten Kupang masih belum dikuasai perusahaannya. Saat ini lahan tersebut masih dalam pengakuan HGU dan tanah ulayat.

"(Lahan) ini terdiri dari 150 hektare yang masih perawan dan 75 hektare diokupasi masyarakat untuk perikanan," kata dia. (Baca: Swasembada Garam, Kadin: Lahan dan Investasi Perlu Persiapan Matang)

Hartono mengatakan masalah lahan ini berdampak pada rekomendasi yang belum juga dikeluarkan oleh Bupati Kupang Timur. Rencananya seluruh pemangku kebijakan terkait akan menggelar rapat untuk menyelesaikan masalah lahan ini secara kekeluargaan pada pekan depan. 

Masyarakat yang menguasai 75 hektare lahan untuk industri perikanan juga akan diajak masuk rantai produksi di sana. "Kami sudah pendekatan, dan kalau sudah ada solusi, mereka tidak mempermasalahkan," kata Hartono.

Bukan hanya PT Garam, Bupati Kupang Ayub Titu Eki mengatakan lahan yang sedianya akan digunakan PT Panggung Guna Ganda Semesta seluas 3.720 hektare juga masih terkendala. Meski memiliki HGU, mereka tetap harus berhadapan dengan masyarakat yang menempati lahan tersebut.

(Baca: Swasembada Garam Diprediksi Sulit Tercapai)

Ayub menjelaskan masyarakat di sana menganggap sertifikat HGU yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) ilegal. "(Karena) Masyarakat tidak pernah berpindah dari situ dan tetap mengelola secara fisik," kata dia.