Penunjukkan Budi Waseso, sebagai Direktur Utama Perum Bulog menuai sorotan dari sejumlah pihak karena pengangkatannya yang dilakukan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebelum Ramadan. Pasalnya, menjelang Ramdhan, masalah ketersediaan pasokan dan harga pangan menjadi salah satu isu penting yang mesti ditangani pemerintah seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat pada peridoe tersebut.
Pengamat pangan dan pertanian Khudori sedikit menyayangkan momen pergantian itu. Dia menjelaskan, Buwas masih memerlukan waktu guna mempelajari seluk beluk Bulog, termasuk juga mengonsolidasi tim, dan memetakan persoalan yang Bulog hadapi. Sebab, sektor pangan adalah bidang baru bagi Budi Waseso dalam rekam jejak profesi terakhirnya yang menjabat sebagai Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN).
Pergantian direksi Bulog hari ini juga disertai pergantian Direktur Keuangan, sehingga tugas-tugas untuk ketersediaan stok dan stabilisasi harga tetap bisa berjalan. “Tugas-tugas berat terkait Ramadan, terutama memastikan stok pangan dan stabilisasi harga yang sudah di depan mata, perlu aksi segera,” kata Khudori kepada Katadata, Jumat (27/4).
(Baca : Diangkat Jadi Dirut, Budi Waseso Akan Mulai dengan Bersihkan Bulog)
Dia pun meminta pemerintah mampu bersikap tegas dalam pengambilan keputusan untuk Bulog. Alasannya, kementerian dan lembaga terlalu banyak memegang kendali Bulog, sehingga masalah pengambilankeputusan sering terkesan lambat. Tak hanya itu, peran dan tugas Bulog ke depan juga mesti dipertegas.
Ketua Umum Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) Soetarto Alimoeso pun mengungkapkan hal senada. Indeks penilaian performa Bulog dinilai kurang jelas karena ada penugasan pemerintah untuk penyerapan dan operasi pasar. Sedangkan sebagai perusahaan, Bulog seharusnya juga turut memperhitungkan untung-rugi yang didapat.
Menurut Soetarto yang juga pernah menjabat sebagaim pimpinan Bulog, siapapun yang berada puncak pimpinan, tidak akan berhasil jika pemerintah tidak fokus memutus tugas pokok dan fungsi Bulog. Pasalnya penilaian keberhasilan Bulog juga jadi tidak jelas karena banyaknya faktor eksternal dengan banyak kepentingan.
(Baca Juga: Menteri Rini Angkat Budi Waseso Jadi Dirut Bulog)
Dia juga menyarankan pada Budi Waseso agar tetap menjalin kerja sama yang baik dengan Perpadi khususnya dalam hal pembelian beras petani lewat penggilingan. Karena sebelumnya, Soetarto mengungkapkan telah terbentuk kemitraan yang baik dan saling menguntungkan antara pihaknya, petani dan Bulog. “Kami ingin sinergi dengan Bulog terus dilanjutkan, kami siap jadi tulang punggung,” ujarnya.
Sementara itu, Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa menjelaskan bahwa sumber masalah penyerapan beras terletak pada infrastruktur dan aturan yang dijalankan Bulog. Infrastruktur yang belum menunjang produksi petani dan gudang penyimpanan, dinilai belum memadai untuk peningkatan kualitas pangan.
Selain itu, Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2015 tentang Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah dan beras harus dinaikkan. Ongkos produksi beras per kilogram yang mencapai sekitar Rp 4.200 lebih tinggi dari HPP yang hanya Rp 3.700. “Masalahnya ada di suprastruktur, aturan tersebut yang harus segera diubah,” kata Dwi.
Di sisi penyerapan, dia berharap pemerintah segera merevisi aturan supaya kinerja Bulog dalam haal penyerapan agar bisa berjalan lancar. Sedangkan dari sisi stabilitasi harga, Dwi menilai operasi pasar yang dilakukan Bulog terlalu dipaksakan karena berbenturan dengan Harga Eceran Tertinggi (HET).
Direktur Bolog selumnya, Djarot Kusumayakti mengaku menerima keputusan pemerintah secara legowo. “Mohon di doakan kedepan di bawah Budi Waseso Bulog akan lebih baik dan bermanfaat,” ujarnya.