Industri retail mengalami masa suram tahun lalu. Setelah peritel pakaian membukukan penurunan laba, kini giliran PT Sumber Alfia Trijaya Tbk (AMRT) dan PT MIDI Utama Indonesia Tbk (MIDI) peritail minimarket yang kinerjanya tertekan hingga keuntungannya anjlok sebesar 50%.
Berdasarkan laporan keuangan perusahaan yang dipublikasikan kepada Bursa Efek Indonesia menunjukan, Sumber Alfaria, pemilik jaringan retail dengan merek dagang Alfamart sepanjang 2017 membukukan penjualan sebesar Rp 61,4 triliun, tumbuh 9,4% dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 56,1 trilun. Kendati mencatat nilai yang besar, namun dari segi angka pertumbuhan pendapatan justru tercatat mengalami perlambatan dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang bisa mencapai 16,2%.
Sementara itu, meski mendapat tekanan dari kenaikan pokok penjualan sebsar 9,7% namun perseroan masih mampu mencetak kenaikan laba kotor sebesar 20% dari tahun sebelumnya menjadi sekitar Rp 12 trilun.
(Baca : Daya Beli Melemah, Rata-rata Penjualan Gerai Matahari Turun 1,2%)
Tak hanya itu, naiknya beban operasional yang berasal dari peningkatan beban penjualan dan distribusi sebesar 15,7% dari tahun sebelumnya seiring dengan meningkatnya komponen gaji karyawan, beban listrik dan air, amortisasi serta biaya perbaikan dan pemeliharaan serta beban umum administrasi yang meningkat sebesar 6,1%, peningkatan pada akhirnya menyebabkan laba usaha perseroan tertekan hingga 18,8% menjadi Rp 1,03 triliun dari sebelumnya Rp 1,27 triliun.
Kinerja keuangan perseroan kian tertekan sejalan dengan meningkatnya beban keuangan dan rugi entitas asosiasi yang pada akhirnya mendorong laba bersih perseroan terjun hingga 50% ke posisi Rp 300 miliar dari periode 2016 yang tercatat sebesar Rp 601 miliar.
(Baca juga : Usai Tutup Gerai New Look, MAP Siap Lanjutkan Ekspansi di 2018)
Setali tiga uang, MIDI Utama juga mencetak penurunan laba bersih hingga 47% yang pada akhirnya mendorong perusahaan hanya mampu mencetak laba bersih sebesar Rp 102 miliar dari tahun sebelumnya sebesar Rp 196 miliar. Turunnya laba perusahaan juga disebabkan meningkatnya beban.
Penurunan kinerja emiten retail pada 2017 diakui Wakil Ketua Aprindo Tutum Rahanta karena penurunan daya beli. Meski begitu, anjloknya kinerja perusahaan retail tahun lalu belum menjadikan asosiasi berencana merevisi serta memangkas target pertumbuhan industri retail tahun ini yang dipatok di kisaran 12%.
"Penyebab penurunan kinerja memang karena belanja berkurang. Soal revisi atau tidak itu hanya masalah angka, karena tidak akan mempengaruhi pendapatan itu sendiri," katanya kepada Katadata via pesan singkat, Senin (19/3).