Bisnis Retail Lesu, Mothercare Inggris Tutup Puluhan Gerai

Facebook @mothercareindonesia
Mothercare Inggris berencana melakukan perampingan gerai tahun ini sebagai respons menghadapi trend belanja online.
Penulis: Ekarina
6/3/2018, 17.23 WIB

Bisnis retail Inggris masih menghadapi pelemahan. Setelah toko mainan Toys R Us, kini giliran peretail pakaian dan perlengkapan ibu dan anak Mothercare Plc yang dikabarkan tertekan. Mereka berencana menutup hampir separuh  gerai yang dimilikinya untuk memangkas biaya.

Dikutip dari laman BBC News, harga saham Mothercare pada Jum'at lalu turun tajam setelah peretail produk bayi itu memperkirakan kinerja keuangannya bakal jauh berada di bawah ekspektasi. Perusahaan memperkirakan laba sebelum pajak setahun penuh di bawah perkiraan sebesar 1 juta pound (US$ 1,38 juta) hingga 5 juta pound, yang kemudian langsung direspons dengan turunnya saham perseroan sebesar 15,5% menjadi 21,80 pence pada penutupan perdangan akahir pekan lalu.

(Baca : Penjualan Lesu, MAP Tutup Seluruh Gerai New Look Tahun Ini)

Atas kondisi tersebut perusahaan terancam melanggar persyaratan pinjaman serta mencari sumber dana tambahan untuk melanjutkan kegiatan operasional dan melanjutkan program transformasi . Namun, pihak manajemen mengatakan bahwa utang bersih akan sedikit lebih rendah dari perkiraan 50 juta poundsterling.

Chief Executive Mothercare Mark Newton-Jones mengatakan kondisi tersebut merupakan situasi perdagangan yang menantang. Karenanya perusahaan akan terus melakukan pemangkasan biaya salah satunya lewat strategi penutupan gerai di Inggris, di samping menggenjot kontribusi penjualan online.

Atas rencana tersebut, ia mengaku bakal mengurangi jumlah gerai Mothercare dari total yang ada saat ini sekitar 140 gerai Mothercare menjadi sekitar 80 gerai sebagai salah satu respons menghadapi trend belanja online yang saat ini berkontribusi sekitar 42% terhadap pendapatan perusahaan.

(Baca juga: Hanya Relokasi, MAP Bantah Tiga Brand Fashion Retailnya Tutup Permanen)

Ia pun mengakui banyak rantai usaha ritel terpukul oleh melemahnya kepercayaan konsumen dengan aktifitas pembelian masyarakat yang tertahan karena kenaikan upah gagal mengimbangi kenaikan inflasi.

"Dengan latar belakang ini, kami berkinerja sesuai harapan kami dan tetap menjadi bisnis yang menghasilkan uang, namun kami juga perlu mendorong strategi transformasi bisnis untuk memenuhi kebutuhan pelanggan dan terus menyesuaikan diri dengan kebiasaan berbelanja di seluruh dunia," pungkasnya.