Belanja Kurang Kencang, Kemenhub Dimarahi Sri Mulyani

Arief Kamaludin|Katadata
Menteri Keuangan Sri Mulyani
1/2/2018, 15.05 WIB

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan kegeramannya pada kinerja Kementerian Perhubungan (Kemenhub), terutama terkait anggaran. Dia mengkritik penggunaan anggaran kementerian yang dipimpin Budi Karya Sumadi yang tidak maksimal.

Pertama, Kemenhub kerap kurang kreatif dalam mencari pendanaan proyek transportasi dan hanya mengandalkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pemerintah telah menambah anggaran yang sangat besar bagi kementerian ini, tapi tidak dibarengi dengan penyerapan yang tinggi.

"Kalau (anggarannya) tidak jadi apa-apa, dosanya besar. Sudah kami pungut pajak, belanjanya tidak jadi. Belum lagi kalau dikorupsi," kata Sri Mulyani saat acara Rapat Kerja di Kemenhub, Kamis (1/2). (Baca: Baru Bangun 11,9%, Jalur Kereta Api Tak Akan Capai Target Hingga 2019)

Soal serapan anggaran dan belanja, Sri Mulyani buka-bukaan soal data. Pada 2010 anggaran Kemenhub hanya sebesar Rp 17,8 triliun, kemudian terus naik hingga mencapai Rp 48,2 triliun saat ini. Masalahnya, serapan anggaran kementerian yang mengurusi transportasi ini tidak pernah melebihi 90 persen.

Bahkan, pada 2015 anggaran Kemenhub mencapai Rp 65 triliun, tapi yang mampu dibelanjakan hanya Rp 47 triliun atau 72 persen. Sri memiliki keyakinan banyak kementerian dan lembaga (K/L) yang kaget ketika diberikan anggaran yang sangat besar.

Dia menyoroti belanja barang Kemenhub yang melonjak lebih dari 50 persen dari 2014 sebesar Rp 10 triliun menjadi Rp 15,9 triliun pada 2015. Padahal apabila anggaran tersebut dialokasikan ke belanja modal, seharusnya akan ada belasan bandara yang dapat dibangun.

"Padahal gedung sama, bayar listrik sama, tapi kenaikannya Rp 5 triliun. Ini pasti untuk perjalanan dinas, pasti itu," kata dia.

Oleh sebab itu dari sisi belanja, Menkeu meminta para pegawai Kementerian Perhubungan hendaknya mulai berpikir kreatif dan mencari skema lain di luar APBN, misalnya Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). Itu bisa dilakukan bagi infrastruktur transportasi yang dibangun di tempat yang layak secara finansial.

"Karena Kemenhub agak lambat mengundang swasta dan ada konservativisme yang besar. Karena yang paling mudah (minta) APBN," kata dia.