Pemerintah Incar Investasi Rp 250 Triliun di 13 Kawasan Industri

KATADATA | Arief Kamaludin
Antrean truk pengangkut batu dalam proses konstruksi kawasan industri terintegrasi Java Integrated Industrial and Port Estate (JIIPE) di Gresik, Jawa Timur.
Penulis: Michael Reily
Editor: Pingit Aria
8/1/2018, 12.53 WIB

Kementerian Perindustrian menargetkan investasi sebesar Rp 250,7 triliun di 13 kawasan industri di Indonesia sepanjang 2018. Oleh karena itu, langkah strategis seperti promosi kepada para pemodal mengenai iklim usaha kondusif dan perluasan pasar produk industri lokal perlu dilakukan.

Ke-13 kawasan industri adalah Morowali, Sulawesi Tengah; Sei Mangkei, Sumatera Utara, Bantaeng, Sulawesi Selatan; JIIPE Gresik, Jawa Timur; Kendal, Jawa Tengah; dan Wilmar Serang, Banten. Kemudian, Dumai, Riau; Konawe, Sulawesi Tenggara; Palu, Sulawesi Tengah; Bitung, Sulawesi Utara; Ketapang, Kalimantan Barat; Lhokseumawe, Aceh; serta Tanjung Buton, Riau.

“Pemerintah telah memberikan kemudahan berinvestasi di dalam kawasan industri, antara lain melalui pemberian insentif fiskal dan nonfiskal serta pembentukan satgas untuk penyediaan gas, listrik, air, SDM, lahan, tata ruang, dan lain-lain,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto dalam keterangan resmi dari Jakarta, akhir pekan lalu.

(Baca juga: Jokowi Beri Tenggat Agar Integrasi Izin Usaha Berjalan Mulai Maret)

Ia menjelaskan, pemerintah akan mengadakan roadshow kepada investor potensial dan rating agency agar Indonesia lebih dikenal, terutama tentang regulasi yang sudah diperbaiki terkait penciptaan iklim investasi yang baik. Ke-13 kawasan industri terpadu juga dibangun dengan fasilitas penunjang guna memudahkan para investor mengembangkan bisnisnya di Tanah Air.

“Pembangunan kawasan industri juga merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mengurangi ketimpangan ekonomi dalam negeri serta mewujudkan Indonesia sentris,” ujar Airlangga.

Sementara, proyeksi investasi di industri sektor manufaktur pada tahun 2018 sebanyak Rp 352 triliun. Menurut Airlangga, investasi di sektor industri memicu terciptanya lapangan kerja baru dan multiplier effect seperti peningkatan nilai tambah dan penerimaan devisa dari ekspor.

(Baca juga: Jokowi : Ekonomi Indonesia Sehat, Tapi Belum Bisa Lari Kencang)

Sehingga, industri menjadi penunjang utama dari target pertumbuhan ekonomi. Kementerian Perindustrian mencatat, ekspor industri pengolahan nonmigas sampai November tahun 2017 sebesar US$ 114,67 miliar atau naik 14,25 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2016 sekitar US$ 100,36 miliar. Ekspor industri pengolahan nonmigas ini memberikan kontribusi hingga 74,51 persen dari total ekspor nasional sampai November 2017 yang mencapai USD153,90 miliar.
 
“Untuk menggenjot ekspor, diperlukan kemudahan akses pasar,” ujar Airlangga. Pemerintah pun terus berunding untuk menyepakati perjanjian kerja sama ekonomi yang komprehensif dengan Uni Eropa dan Australia. “Kalau hambatannya itu dikurangi, seperti bea masuk ekspor, kinerja indusri tekstil dan alas kaki kita akan ikut naik.”
 
Airlangga mengungkapkan, beberapa sektor industri mencatat pertumbuhannya di atas pertumbuhan ekonomi. Contohnya, industri makanan dan minuman, industri kimia, industri berbasis hilirisasi baja, industri pulp dan kertas, dan industri perhiasan.

(Baca: Ekonom Menilai Target Pajak Tumbuh 24% di 2018 Ketinggian)

Lebih lanjut, untuk mendongkrak daya saing manufaktur nasional, butuh pengembangan pendidikan vokasi dan membangun pusat inovasi di Indonesia. “Dalam rapat terbatas, saya sudah mengajukan kepada Kementerian Keuangan terkait pemberian tax allowance sebesar 200 persen untuk vokasi dan 300% untuk research and development,” kata Airlangga.
 
Menurutnya, fasilitas insentif fiskal tersebut merupakan hasil benchmark dengan Thailand dan negara lain. Harapannya, Indonesia akan bisa bersaing dengan negara Asia Tenggara lainnya.

Reporter: Michael Reily