Kejar Target Industri 5,67%, Lima Subsektor Manufaktur Jadi Andalan

Arief Kamaludin|Katadata
Pabrik mobil Sokon.
Penulis: Yuliawati
4/1/2018, 22.05 WIB

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan industri pengolahan nonmigas berperan penting dalam mengakselerasi pertumbuhan ekonomi nasional. Selama 2018, pemerintah menargetkan pertumbuhan industri pengolahan nonmigas atau manufaktur tumbuh 5,67%, dengan mengandalkan pada industri baja dan otomotif, elektronika, kimia, farmasi, serta makanan dan minuman.

"Sektor manufaktur masih menjadi kontributor terbesar bagi perekonomian nasional, di antaranya melalui peningkatan pada nilai tambah bahan baku dalam negeri, penyerapan tenaga kerja lokal, dan penerimaan devisa dari ekspor," kata Airlangga Hartarto dalam siaran pers, Kamis (4/1).

Hingga triwulan III tahun 2017, beberapa subsektor manufaktur memiliki kinerja di atas pertumbuhan ekonomi. Misalnya, industri logam dasar sebesar 10,60%, industri makanan dan minuman 9,49%, serta industri alat transportasi 5,63%.

(Baca: Kemenperin Proyeksikan Industri 2018 Tumbuh 5,67%)

Dia mengatakan beberapa industri manufaktur telah menciptakan nilai tambah di antaranya industri berbasis agro dan tambang mineral yang telah menghasilkan produk hilir seperti turunan kelapa sawit dan stainless steel. Jumlah ragam produk hilir kelapa sawit, meningkat menjadi 154 produk sepanjang tahun 2015-2017 dibanding tahun 2014 sekitar 126 produk.

Adapun produksi stainless steel memiliki kapasitas dua juta ton per tahun selama periode 2015-2017. Jumlah ini naik dibanding dengan tahun 2014 yang hanya mencapai 65 ribu ton produk setengah jadi berupa feronikel dan nickel matte.

Sumbangan industri manufaktur juga terekam berdasarkan data United Nations Statistics Division (UNSD). Berdasarkan UNSD 2016, Indonesia menempati peringkat keempat dunia dari 15 negara yang industri manufakturnya memberikan kontribusi signifikan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Indonesia mampu menyumbangkan hingga mencapai 22% setelah Korea Selatan (29%), Tiongkok (27%), dan Jerman (23%).

“Capaian 22% itu sangatlah besar, sehingga Indonesia masuk dalam jajaran elite dunia,” lanjut Airlangga. (Baca: 3 Tahun Jokowi, Menperin: Kontribusi Manufaktur Tertinggi ke-4 Dunia)

Sementara itu, berdasarkan laporan United Nations Industrial Development Organization (UNIDO), Indonesia menduduki peringkat ke-9 di dunia atau naik dari peringkat tahun sebelumnya di posisi ke-10 untuk kategori manufacturing value added. Peringkat ke-9 ini sejajar dengan Brasil dan Inggris, bahkan lebih tinggi dari Rusia, Australia, dan negara ASEAN lainnya.

Menurut Airlangga, kontribusi manufaktur Indonesia mampu menembus 30% apabila dihitung mulai dari proses pra-produksi, produksi dan pasca-produksi. “Paradigma industri manufaktur global saat ini, berdasarkan kesepakatan di World Economic Forum, proses produksi sebagai satu-kesatuan. Oleh karena itu, kami sudah tidak bisa lagi melihat produksi hanya di pabrik saja,” tegasnya.

Di samping itu, manufaktur dinilai menjadi salah satu sektor unggulan dalam mendorong percepatan pembangunan dan pemerataan ekonomi nasional. Makanya, saat ini penting melakukan transformasi ekonomi, yang menggeser ekonomi berbasis konsumsi menjadi berbasis manufaktur.