Presiden Korea Selatan Moon Jae-in membawa beberapa pengusaha dalam kunjungannya ke Jakarta. Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto pun mendorong realisasi investasi dari para pelaku industri Korea Selatan yang berkomitmen ingin menanamkan modalnya di Indonesia.
Ia mencontohkan, Lotte Chemical Titan yang akan berinvestasi sebesar USD3,5 miliar di Cilegon, Banten untuk memproduksi naphtha cracker dengan total kapasitas sebanyak dua juta ton per tahun. Bahan baku kimia tersebut diperlukan untuk menghasilkan ethylene, propylene dan produk turunan lain.
Airlangga secara khusus menemui Chairman Lotte Group Dong Bin Shin untuk membahas rencana tersebut. “Kami sepakat proyek ini dipercepat,” katanya seusai menghadiri Indonesia-Korea CEO Roundtable di Jakarta, Kamis (9/11).
Awalnya, konstruksi ditargetkan dimulai pada akhir tahun 2018. “Ada beberapa hal teknis yang perlu didukung, seperti pembangunan pelabuhan, infrastruktur, dan pemberian fasilitas tax holiday,” kata Airlangga.
(Baca juga: Pemerintah Gandeng Korsel Bangun Akses Air Bendungan Karian)
Saat ini, Kementerian Perindustrian tengah memfokuskan industri petrokimia sebagai salah satu sektor yang diprioritaskan pembangunannya di dalam negeri. Sebab, produknya berperan penting sebagai pemasok bahan baku bagi banyak manufaktur hilir seperti industri plastik, tekstil, cat, kosmetika hingga farmasi.
Sementara itu, di sektor industri baja, pengusaha kedua negara akan bermitra dengan Jepang untuk membangun pabrik penghasil cold rolling mill atau baja canai dingin. “Jadi, kerjasamanya antara Krakatau Posco dengan Nippon Steel, karena end user-nya di bawah Jepang untuk sektor otomotif. Target tahun 2019 sudah dimulai,” kata Airlangga.
PT Krakatau Posco, perusahaan patungan antara PT Krakatau Steel Tbk dan produsen baja terbesar asal Korea Selatan, Posco juga tengah mempercepat pembangunan proyek klaster 10 juta ton baja di Cilegon. Kapasitas produksi ini ditargetkan akan tercapai pada tahun 2025.
Airlangga menyatakan, industri baja merupakan sektor strategis karena merupakan induk dari industri lainnya. “Apalagi, pemerintah sedang giat membangun infrastruktur seperti jalan, pelabuhan, properti, energi, hingga telekomunikasi yang seluruhnya membutuhkan baja,” ujarnya.
Berdasarkan catatan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Korea Selatan adalah investor nomor tiga terbesar di Indonesia. Di sektor industri manufaktur, perusahaan-perusahaan Korea Selatan berkontribusi hingga 71% dari total investasi selama lima tahun terakhir sebesar US$ 7,5 miliar. Bahkan, pabrik-pabrik tersebut mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 900 ribu orang.