Program Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT) dinilai berpotensi menyebabkan harga beras di daerah naik. Pasalnya, mekanisme penyaluran yang sebelumnya dijalankan oleh Perum Badan Usaha Logistik (Bulog) tergantikan oleh sistem e-warung.
Wakil Ketua Komisi IV DPR Herman Khaeron menjelaskan sistem distribusi yang sudah diterapkan Bulog menjaga harga beras di daerah. "Harga beras sejahtera (Rastra) di Papua sekarang Rp 1.600 per kilogram, jika Bulog tidak menyediakan beras, harganya bisa di atas Rp 20 ribu," kata Herman di Kantor Bulog, Jakarta, Jumat (22/9).
Dengan BNPT, menurut Herman, harga pangan terutama beras akan berfluktuasi tanpa kontrol Bulog. Sebab, dalam BNPT, masyarakat hanya diberi bantuan berupa saldo dalam kartu yang dapat dibelikan bahan pokok sesuai kebutuhan mereka. Masalahnya, tak ada yang mengontrol harga bahan pokok yang dijual di e-warung.
Mekanisme ini berbeda dengan penyaluran Rastra yang harganya ditetapkan dari pusat. “Jadi sayang jika mekanisme distribusi Rastra tergantikan,” ujarnya.
Menurut Herman, sistem distribusi beras Bulog sudah terintegrasi dari hulu ke hilir, sehingga pelaksanaan rastra dapat dilakukan secara tepat waktu dengan harga yang sama di seluruh Indonesia. Dia meminta Bulog tetap harus dilibatkan dalam program peningkatan ketahanan pangan nasional.
"Kementerian Sosial bisa menjalankan BNPT, namun tidak akan bisa melakukan stabilisasi harga beras," ujar Herman.
Anggota Ombudsman Alamsyah Saragih juga mengungkapkan hal yang sama. Menurutnya, nilai bantuan dalam kartu yang diterima masyarakat akan merosot jika harga bahan pangan naik.
Sementara, kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) beras yang dijalankan oleh Kementerian Perdagangan belum membuahkan hasil. "Nilai voucher dapat tergerus oleh kenaikan harga beras," tutur Alamsyah.
Selain itu, dia juga menyorot sistem pergeseran persediaan Bulog menjadi penjualan di e-warung. Perlu dilakukan pengawasan pengelolaan transisi dan intergrasi pergeseran beban persediaan dari public stock ke private stock.