PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (Persero) menyatakan akan terus mendukung pembiayaan infrastruktur di Indonesia. Salah satunya melalui anak usahanya Bahana TCW yang akan menerbitkan dana penyertaan terbatas (RDPT) untuk pembangunan jalan tol tahun depan.
Direktur Investasi Bahana TCW Soni Wibowo mengatakan pihaknya sudah meluncurkan RDPT Pelabuhan dengan nilai sebesar US$ 35 juta atau sekitar Rp 465 miliar. “Produk ini sudah jalan, investor suda berkomitmen dan proyek sudah ada,” ujarnya dalam keterangan resmi Bahana, Senin (4/9).
Dana yang dihimpun akan digunakan untuk mengakuisisi areal di Pelabuhan Tanjung Priok agar dapat direvitalisasi. RDPT merupakan produk reksa dana yang ditawarkan maksimal hanya kepada 50 investor saja dan langsung berinvestasi pada proyek-proyek di sektor riil. Umumnya, investor yang diundang adalah institusi.
“Tahun 2018, kami juga akan menerbitkan RDPT jalan tol dengan nilai sebesar Rp 5 triliun. Pembahasan sudah dimulai,” kata Soni. (Baca: Diluncurkan Jokowi, Peminat Sekuritisasi Tol Jagorawi Membeludak)
Diharapkan dengan produk-produk reksa dana yang terkait dengan proyek infrastruktur tersebut, pendanaan dari pasar modal ke infrastruktur semakin besar. Pembangunan infrastruktur dapat berlanjut, para investor pun memiliki berbagai macam alternatif investasi.
Director Investor Relation dan Chief Economist Bahana TCW Budi Hikmat mengatakan pembangunan infrastruktur memerlukan dana yang tidak sedikit. Anggaran negara saja tidak akan cukup membiayai pembangunan proyek infrastruktur yang telah direncanakan pemerintah.
Perbankan juga tidak dapat selalu dibebankan untuk menjadi perantara antara investor swasta dengan proyek-proyek infrastruktur melalui kucuran kreditnya. Pasar modal, dapat mengambil peran lebih besar untuk mempertemukan investor dengan pemilik proyek infrastruktur.
Baru-baru ini, PT Jasa Marga (Persero) Tbk telah meluncurkan produk baru di pasar modal, yakni Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (KIK EBA) Surat Berharga Pendapatan Jalan Tol Jakarta Bogor Ciawi. KIK EBA ini berbasis pendapatan tol Jagorawi selama lima tahun ke depan. Investor mendapatkan imbal hasil berupa bunga. Dengan sekuritisasi tersebut, Jasa Marga mendapatkan dana tunai dalam jumlah besar yang antara lain digunakan untuk pembangunan ruas-ruas tol lainnya.
“Sebenarnya, konsep sekuritisasi ini bukan hal baru di negara kita. Misalnya saja di Palembang, tahun 1970-an sudah ada lebak lebung,” ujar kata Budi. (Baca: Ketimbang Utang, BUMN Diminta Sekuritisasi Aset untuk Cari Dana)
Dia menjelaskan desa di Palembang mengadakan penawaran lebak lebung, yaitu hak pengelolaan anak sungai kepada warga secara terbuka. Pemenangnya dapat menguasai ruas anak sungai yang merupakan tempat pengembangbiakan ikan, dalam kurun waktu satu tahun. Ikan yang masuk ke anak sungai menjadi hak dari pemenang lelang tersebut.
Bisa jadi, konsep sekuritisasi seperti ini ada juga di daerah lain dengan nama dan aset yang berbeda. Pada masa kini, konsep tersebut dapat diterapkan pada aset-aset perusahaan seperti piutang dan arus kas. Tagihan kartu kredit, tagihan listrik, tagihan kredit kendaraan bermotor, bahkan tagihan premi asuransi merupaka aset yang dapat disekuritisasi.