Indonesia dan Sri Lanka mulai menjajaki perjanjian perdagangan dalam bentuk Prefential Trade Agreement (PTA) untuk meningkatkan kerja sama dan investasi. Pembentukan joint study telah disepakati dalam pertemuan antardelegasi kedua negara di Kolombo, Sri Lanka.
Delegasi Indonesia dipimpin oleh Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional, Kementerian Perdagangan Iman Pambagyo. Sementara Delegasi Sri Lanka diwakilkan oleh Menteri Perkembangan Perdagangan Strategis dan Internasional KJ Weerasinghe.
"Pembentukan joint study akan mengkaji manfaat PTA bagi kedua negara," kata Iman dalam keterangan resminya, Jumat (25/8). (Baca juga: India Naikkan Bea Masuk 100%, Ekspor Sawit Masih Tumbuh)
Menurut dia, penjajakan pembentukan perjanjian perdagangan adalah langkah yang tepat karena dapat memperluas akses padar dan meningkatkan kerja sama perdagangan Indonesia dengan negara nontradisional, khususnya di kawasan Asia Selatan.
Pembentukan joint study merupakan langkah awal yang akan dilanjutkan dengan perundingan putaran pertama. Tujuannya adalah terwujudnya kerja sama perdagangan yang lebih konkret antara kedua negara.
Selain itu, delegasi Indonesia juga mengusulkan referensi syarat dan ketentuan dengan pembentukan forum resmi dalam pembahasan isu perdagangan dan investasi dengan nama Working Group on Trade and Investment (WGTI).
"Pembentukan WGTI diharapkan akan menjadi wadah bagi kedua negara untuk memaksimalkan potensi dan membahas hambatan perdagangan yang dihadapi saat ini," ujar Iman.
(Baca juga: Indonesia Minta Uzbekistan Bantu Kampanye Positif Kelapa Sawit)
Iman juga mengaku telah melakukan pertemuan dengan CEO Kamar Dagang dan Industri Ceylon, Dhara Wijayatilake untuk menjajaki ekspansi bisnis perusahaan Indonesia dengan perusahaan Sri Lanka. Pertemuan ini memungkinkan pelaksanaan forum bisnis kedua negara yang dapat dilakukan dunia usaha untuk peningkatan perdagangan.
Pembentukan perjanjian perdagangan PTA merupakan tindak lanjut dari kunjungan Presiden Sri Lanka Maithripala Sirisena yang bertemu dengan Presiden Jokowi di Jakarta, Maret lalu.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), total perdagangan kedua negara pada tahun lalu mencapai US$ 306,5 juta dengan surplus bagi Indonesia sebesar US$ 217,9 juta. Komoditas ekspor andalan Indonesia adalah tembakau, kertas, karet, dan semen.