Tim kurator yang ditunjuk Pengadilan Niaga Semarang telah menyita pabrik jamu PT Nyonya Meneer yang terletak di Jalan Raya Kaligawe, Semarang, Jawa Tengah. Para petugas memasang spanduk berwarna kuning dalam ukuran jumbo setinggi manusia dewasa dipasang di pagar pabrik sejak Selasa (8/8).
Spanduk dalam tulisan besar dengan judul Pengumuman: Obyek Ini Dalam Sita Umum, berisi uraian penyitaan seluruh harta Nyonya Meneer.
Penyitaan itu menggunakan dasar keputusan pailit yang diterbitkan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang tanggal 3 Agustus 2017. Putusan penyitaan ini disebutkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
"Maka seluruh harta PT PT. Perindustrian Njonja Meneer berada di dalam sita umum serta dalam penguasaan kurator," bunyi spanduk tersebut.
(Baca: Asosiasi Jamu Harap Pemerintah Selamatkan Nyonya Meneer)
Sebelumnya, Gabungan Pengusaha Jamu dan Obat Tradisional (GP Jamu) berharap pemerintah turun tangan membantu menyelamatkan kasus pailit PT Nyonya Meneer.
“Pemerintah sebaiknya mempertimbangkan kiprah perusahaan yang berusia hampir seratus tahun dan juga dampaknya terhadap seribu pekerjanya,” Ketua Umum Gabungan Pengusaha Jamu dan Obat Tradisional (GP Jamu) Dwi Ranny Pertiwi dihubungi Katadata, Senin (7/8).
Presiden Direktur Nyonya Meneer Charles Saerang pun tak tinggal diam, berencana mengajukan kasasi atau putusan pailit.
PN Semarang menyatakan pailit dengan mengabulkan permohonan pembatalan membatalkan putusan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang diajukan kreditor asal Kabupaten Sukoharjo yang bernama Hendrianto Bambang Santoso.
Sejak 20 Juni 2017, Hendrianto mengajukan permohonan agar pengadilan membatalkan Putusan Pengesahan Perdamaian (homologasi) yang disahkan pada 1 Juni 2015. Putusan tersebut menyebutkan Nyonya Meneer memiliki waktu hingga 20 Juni 2020 menyelesaikan persoalan utang dari 36 kreditor yang berjumlah Rp 270 miliar.
Hendrianto mengajukan permohonan membatalkan putusan perdamaian karena Nyonya Meneer dianggap tidak memenuhi kewajiban membayar utangnya sebesar Rp 7,04 miliar. Atas putusan pailit, hakim telah menunjuk kurator untuk menyelesaikan kewajiban Nyonya Meneer kepada para kreditor.
(Baca: Nyonya Meneer Pailit, Bappenas Lihat Bukan Faktor Bisnis Jamu)
Berdasarkan informasi dari situs PN Semarang, selain gugatan dari Hendrianto, perusahaan menghadapi perkara pembatalan perdamaian dari tiga pihak lainnya. Pertama, gugatan pernah diajukan atas nama Meilinar dkk yang memohonkan pembatalan perdamaian gugatan karena Nyonya Meneer belum membayarkan hak karyawan sebesar Rp 91 miliyar. Gugatan yang diajukan pada 25 April 2017 kemudian dicabut pada 8 Mei 2017.
Kedua, gugatan karyawan atas nama Kodriyah dkk pada 8 Mei 2017. Alasan gugatan karena perusahaan tak membayar tunggakan gaji karyawan bulanan sejak November 2015 hingga Mei 2017 dan tunggakan gaji karyawan harian sejak Januari 2016 hingga Mei 2017 senilai Rp 3,7 miliar belum dibayar perusahaan.
Permohonan yang diajukan sejak 8 Mei 2017 meminta pengadilan memutuskan pailit dengan hak karyawan yang seluruhnya harus diurus dan dilunasi Rp 87,7 miliar.
Ketiga, gugatan dari PT Nata Meridian Investara yang mengajukan pembatalan perdamaian yang disahkan pada 1 Juni 2017. PT Nata Meridian Investara merupakan kreditur yang memiliki piutang sebesar Rp 89 miliar. Pihak penggugat yakni Direktur PT Nata Meridian Investara Darmawan pernah memimpin Nyonya Meneer pada periode 2009-2013.
(Baca juga: Bank Mandiri Minta 7-Eleven Jual Aset untuk Lunasi Kredit Macet)