Polisi telah menetapkan Direktur Utama PT Indo Beras Unggul (IBU) Trisnawan Widodo sebagai tersangka dalam dugaan kecurangan produksi dan distribusi beras. Polisi menyiapkan tiga tuduhan dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda Rp 10 miliar untuknya.
Kepala Bagian Penerangan Umum, Divisi Humas Polri, Komisaris Besar Martinus Sitompul menjelaskan, polisi telah memeriksa 24 saksi sejak penggrebekan gudang PT IBU di Bekasi, 20 Juli 2017 lalu. Saksi-saksi itu terdiri dari manajemen, pihak supplier, dan beberapa stakeholder terkait.
Selain itu, Polri juga meminta keterangan 11 ahli dan melakukan pemeriksaan laboratorium terhadap beras merek ‘Maknyuss’ dan ‘Cap Ayam Jago’. "Kesimpulannya telah cukup alat bukti untuk mempersangkakan saudara TW atau Trisnawan Widodo selaku Dirut PT IBU," ujar Martinus saat konferensi pers, di Kantornya, Jakarta, Rabu (2/8).
(Baca juga: Penjualan KFC, Indomaret, Sari Roti Turun 50% Akibat Daya Beli Lemah)
Matrinus menjelaskan, PT IBU diduga melakukan tiga 'dosa' yang dinilai melanggar Undang-Undang (UU) perlindungan konsumen dan UU Pangan. Adapun pelanggaran tersebut yang pertama, konsumen tidak memperoleh hak sesuai dengan label kemasan.
Dalam label beras yang diproduksinya, PT IBU mencantumkan Angka Kecukupan Gizi (AKG). Padahal, pencantuman AKG di label kemasan hanya diboleh dilakukan pada makanan olahan sesuai aturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
"Jadi informasi yang menyesatkan, di mana PT IBU dengan sengaja menggunakan AKG. Padahal AKG hanya diterapkan untuk produk olahan yang langsung bisa dikonsumsi," ujarnya.
Kedua, sistem pelabelan pun tidak sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI). Diketahui, produk beras 'Maknyuss' dan 'Cap Ayam Jago' menggunakan SNI tahun 2008. Padahal, di tahun tersebut tidak mengenal beras premium dan medium. Justru yang dikenal adalah beras mutu 1-5. Dalam sertifikat pun, dicantumkan beras tersebut merupakan mutu 1.
(Baca juga: Polisi Lanjutkan Kasus Beras 'Maknyuss' Meski Aturan HET Batal)
Namun, setelah melakukan pengecekan laboratorium, ternyata mutu kedua beras tersebut berada di bawah mutu 1. "SNI memang tidak wajib untuk beras, tapi kalau sudah menggunakan maka harus mematuhi ketentuan SNI," ujarnya.
Ketiga, di dalam kemasan, perusahaan ini juga tidak mencantumkan di mana sebenarnya beras tersebut diproduksi. Hal ini dinilai menyulitkan pengawasan atas produksi dan distribusi produknya.
Polisi menilai TW sebagai sosok yang paling bertanggung jawab atas kasus ini. Ia dituduh melakukan pelanggaran Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Pasal 382 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengatur perbuatan curang dan merugikan konsumen dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara atau denda maksimal Rp 10 miliar.
"Saudara TW diduga melanggar Pasal 144 juncto Pasal 100 ayat 2 UU Pangan. Kemudian, juga pasal 62 juncto pasal 8 ayat 1 huruf E dan F atau Pasal 9 ayat H, UU nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen," ujar Martinus.
(Baca juga: Mantan Menteri Pertanian Ikut Tercoreng Kasus Beras "Maknyuss")
Martinus pun memastikan, kasus ini tidak akan berhenti hanya dengan penetapan tersangka. Menurutnya, dalam perkembangannya, pihak Polri akan melakukan suatu penyidikan terkait tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang diduga sudah berlangsung 1-2 tahun kebelakang.