Pemerintah tengah berupaya untuk mempermudah dan mempercepat kegiatan ekspor-impor. Maka itu, pemerintah berencana memangkas jumlah barang yang terkena larangan dan pembatasan (lartas) impor atau ekspor serta menyederhanakan perizinannya. Di luar itu, pemerintah juga baru saja membentuk tim untuk menampung keluhan para importir.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menjelaskan, pemangkasan barang lartas bertujuan untuk mempermudah dan mempercepat arus barang di pelabuhan. Selama ini, barang lartas kerap tertahan lantaran harus menunggu rekomendasi dari kementerian dan lembaga, maupun pemerintah daerah (pemda).

Dari total 10.829 kode harmonized system (HS) barang yang tercatat dalam Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI), sebanyak 5.299 di antaranya atau 49% merupakan barang lartas. "Yang pantasnya berapa? Kami lihat Malaysia dan Thailand itu kira-kira 17%," kata dia, di Jakarta, Selasa (1/8). (Baca juga: Garam Langka, Pemerintah Impor 75 Ribu Ton Dari Australia)

Selain memangkas jumlah barang lartas, Darmin juga mendorong adanya penyederhanaan perizinan impor. Sebab, saat ini terdapat 1.073 kode barang yang memerlukan perizinan lebih dari satu kementerian atau lembaga. Harapannya, pengusaha dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) bisa cepat memperoleh izin impor terhadap komoditas bahan bakunya. (Baca juga: Darmin Ungkap KKP dan Kemendag sempat Berselisih soal Impor Garam)

Lebih jauh, Darmin juga menyatakan akan menyiapkan standar risiko untuk menentukan importir mana yang mendapat jalur hijau dan merah. "Bukan lagi nanti 10 K/L kasih (jalur) hijau dan satunya merah, ya hasilnya merah. Maka kami buat satu standar risikonya," kata dia.

Di sisi lain, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati baru saja membentuk tim khusus untuk menampung keluh kesah pengusaha terkait ekspor-impor. Tim ini terdiri dari Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), Kementerian Pertanian, serta BPOM.

Nantinya, tim ini akan bertugas menampung keluh kesah pengusaha lalu mengkaji kebijakan yang dimaksud untuk diperbaiki. Saat bertemu dengan importir pada Selasa (1/8), Sri Mulyani sempat menerima langsung keluhan dari para importir. Kebanyakan terkait sulitnya mengurus perizinan.

Seorang pengusaha batik asal Pekalongan, misalnya, mengeluhkan sulitnya mengurus izin untuk swaimpor atau impor tanpa rekanan. Sebab, mayoritas pengusaha batik di Pekalongan adalah UMKM sehingga mengimpor sendiri bahan bakunya. 

Di sisi lain, seorang perwakilan pengusaha garmen bernama Michael mengadukan sulitnya mengimpor berbagai komoditas dalam satu kontainer. Alhasil, dia harus mengimpor dalam jumlah banyak sekaligus padahal bukan kebutuhannya. Menanggapi persoalan ini, Sri Mulyani pun mengusulkan agar pengusaha bekerja sama dengan pengusaha lain dalam hal mengimpor. Namun, ia juga meminta Ditjen Bea dan Cukai untuk mempermudah impor satu kontainer.

"Ini tantangan kami sebagai pembuat kebijakan, agar kebijakan kami ini bagi pelaku kecil dapat bermanfaat. Yang kecil kan skala kecil dan kerumitan banyak dari sisi administrasi maka kami tertantang untuk lebih efisien," kata dia.