Bank CIMB Niaga Disebut Berminat Biayai Proyek LRT Jabodebek

ANTARA FOTO/Andika Wahyu
Pembangunan konstruksi proyek LRT rute Cawang-Cibubur di samping jalan tol Jagorawi kawasan Cibubur, Jakarta Timur.
Penulis: Miftah Ardhian
27/7/2017, 10.35 WIB

Selain perbankan BUMN, bank swasta juga mulai berminat membiayai proyek pembangunan kereta ringan atau Light Rail Transit (LRT) Jakarta, Bogor, Depok, dan Bekasi (Jabodebek). Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan mengungkapkan salah satu bank swasta yang telah menyatakan minatnya adalah PT Bank CIMB Niaga Tbk. 

Awalnya memang sulit mencari bank yang mau membiayai proyek ini. Pemerintah pun menugaskan tiga bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yakni Bank Mandiri, BRI, dan BNI. "Jadi (sekarang) CIMB Niaga sudah mau. Bunganya kami tetapkan sebesar 8,25 persen," ujar Luhut dalam acara sarahsehan, di Kantor Bank Indonesia (BI), Jakarta, Rabu malam (26/7).

Menurutnya, bank swasta mulai tertarik membiayai Proyek LRT Jabodebek karena pemerintah telah mengevaluasi skema pendanaannya. Pemerintah memutuskan proyek ini tidak akan mengandalkan Anggaran Pendanaan Belanja Negara (APBN) secara penuh.

Sebagian pendanaan diperoleh dari investasi PT KAI (Persero) dan PT Adhi Karya (Persero) Tbk. melalui Penyertaan Modal Negara (PMN). Sebagian lagi dari pinjaman perbankan. Luhut juga memastikan pemeritah tetap akan memberikan subsidi tarif. Namun, subsidi ini tidak akan diberikan perorangan, melainkan mengganti gap (selisih) yang terjadi antara arus kas (cash flow) perusahaan dengan biaya yang dikeluarkan.

(Baca: Pakai Sistem Sinyal “Moving Block”, LRT Butuh Tambah Dana Rp 300 M)

Selain skema pendanaan dan subsidi, evaluasi tersebut juga mencakup teknologi yang digunakan. Luhut menjelaskan, teknologi persinyalannya akan menggunakan sistem moving block (bergerak) dari yang tadinya fixed block (tetap).

Sistem ini berfungsi untuk mengeblok zona masing-masing kereta. Sistem Moving Block mampu melakukan identifikasi posisi kereta dengan cepat dan tepat, tidak seperti Fixed Block. Alhasil, sistem ini dapat memperpendek jarak antara kereta yang tengah beroperasi, karena selalu terhubung dengan sistem sinyal kereta dan sistem sinyal pusat. 

Terkait pendanaan, Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menyetujui pemberian PMN kepada KAI sebesar Rp 2 triliun. PMN diusulkan lantaran pembangunan ini merupakan tanggung jawab pemerintah, sementara KAI yang ditugaskan tidak memiliki keuangan yang cukup.

"Kami buat skenario PMN, tapi dari sisi keuangan dan azas-azas tata kelola yang baik. Dari sisi kebutuhan masyarakat dengan adanya mass transport transit untuk masyarakat, akan mengurangi biaya tinggi," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani.

(Baca: Lewat Debat Panjang, KAI Gaet Suntikan Modal Negara Rp 2 T Buat LRT)

Secara total, Sri Mulyani meminta persetujuan pendanaan KAI melalui PMN sebesar Rp 7,6 triliun. Besaran itu terdiri atas Rp 2 triliun realokasi PMN 2015 terkait kereta api Trans Sumatera, Rp 2 triliun tahun ini, dan Rp 3,6 triliun di 2018. Selain itu, pemberian subsidi Rp 15 triliun selama 12 tahun.

Adapun total dana yang dibutuhkan sekitar Rp 27 triliun. Rinciannya, Rp 23 triliun untuk prasarana dan Rp 4 triliun untuk sarana LRT Jabodebek. Total kekurangan dana sebesar Rp 18 triliun akan diperoleh dari pinjaman perbankan.

Direktur Utama Adhi Karya Budi Harto mengaku ada potensi nilai investasi untuk prasarana bisa berkurang menjadi Rp 19,7 triliun sebelum pajak. Penurunan ini diperoleh dari perhitungan sementara Adhi Karya dalam melakukan efisiensi biaya (cost). "Itu dari kontrak saya tawarkan harga besi berapa ditawar berapa. Jadi memang ada sejumlah penghematan," ujarnya. 

Dia pun merasa yakin proyek ini bisa rampung dan beroperasi pada Mei 2019. Hingga saat ini, Adhi Karya telah mengeluarkan dana Rp 3 triliun dengan kemajuan pembangunan sebesar 15 persen. Pada akhir tahun ini, Budi menargetkan progres pembangunan proyek LRT Jabodebek akan mencapai 45 persen.

(Baca: Luhut Targetkan Lahan Proyek LRT Rampung Bulan Ini)

Reporter: Miftah Ardhian