Fitch Ratings: Model Bisnis dan Regulasi Penyebab Tutupnya 7-Eleven

Arief Kamaludin|KATADATA
Gerai Sevel tutup di kawasan Mampang Prapatan, Jakarta, Jumat (23/6)
Penulis: Pingit Aria
3/7/2017, 15.15 WIB

Fitch Ratings menilai penutupan semua gerai 7-Eleven semata menggambarkan kondisi bisnis perusahaan. Tumbangnya gerai waralaba yang dikelola oleh PT Modern Internasional Tbk itu tidak mencerminkan kondisi industri retail Indonesia secara keseluruhan.

“Model bisnis 7-Eleven yang dijalankan oleh Modern Internasional di Indonesia dipengaruhi oleh perkembangan regulasi yang tidak menguntungkan,” kata Olly Prayudi, Associate Director Fitch Ratings Indonesia dalam siaran persnya, Senin (3/7).

Di antara regulasi yang kurang menguntungkan itu adalah larangan menjual minuman beralkohol di minimarket oleh Menteri Perdagangan pada April 2015 lalu.

(Baca juga: Batal Diakuisisi Charoen, Semua Gerai 7-Eleven Tutup Akhir Bulan Ini)

Selain faktor risiko regulasi, Olly juga menggarisbawahi pentingnya model bisnis yang solid untuk profil kredit peretail. Menurutnya, model bisnis yang diterapkan 7-Eleven dengan menggabungkan toko kelontong (convenience stores) dengan restoran cepat saji terbilang lemah.

“Masalah ini diperburuk dengan kurangnya diferensiasi yang jelas antara toko-toko kelontong 7-Eleven serta restoran-restoran makanan cepat saji dan berskala menengah di indonesia,” ujarnya.

Model bisnis dan 7-Eleven dinilainya lebih mirip dengan restoran cepat saji. Sebab, toko retail modern tersebut menawarkan makanan dan minuman siap saji dengan tempat duduk dan koneksi Wi-Fi gratis.

Akibatnya, perusahaan harus menggelontorkan biaya operasional yang besar. Selain itu, 7-Eleven juga dihadapkan dengan kuatnya persaingan dengan restoran cepat saji dan penyedia makanan tradisional, yang masih sangat populer di Indonesia.

Halaman: