Pusat Logistik Berikat (PLB) turut berperan dalam menambah penerimaan negara. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) mencatat, PLB selama setahu berdiri telah menghasilkan penerimaan negara sebesar Rp 157,5 miliar.
Penerimaan negara itu berasal dari bea masuk senilai Rp 10,28 miliar, Pajak Penghasilan (PPh) impor Rp 27,13 miliar, dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) impor Rp 120,09 miliar. Namun, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menganggap nilai penerimaan tersebut masih sangat kecil.
"Angkanya masih 'bayi' menurut saya dan masih perlu dikembangkan untuk menjadi angka yang besar," katanya saat acara peringatan satu tahun PLB di kantor DJBC, Jakarta, Rabu (12/4). (Baca: Sri Mulyani Tak Ingin Pengejaran Pajak Meneror Dunia Usaha)
Sri Mulyani juga melihat nilai barang yang disimpan di pusat logistik berikat masih sebesar Rp 1,16 triliun. Menurutnya, nilai itu masih sangat kecil, bahkan masih jauh jika dibandingkan hub logistik di negara lain atau yang sekelas di Asia Pasifik. "Angka itu masih relatif kecil sekali, meskipun DJBC bangga akan hal itu.”
Untuk itu, Sri Mulyani mencatat ada empat pekerjaan rumah DJBC dan Perhimpunan Pusat Logistik Berikat Indonesia (PPLBI) jika ingin kelasnya naik di kawasan Asia Pasifik.
Pertama, menetapkan definisi yang konkret mengenai hub logistik berikat lengkap dengan berbagai kriteria. Antara lain volume, model bisnis, kecepatan pelayanan, dan infrastrukturnya. Hub logistik yang dapat menjadi acuan seperti Singapura, Hong Kong, atau Shenzhen di Tiongkok.
(Baca: Paket Kebijakan 15, Pemerintah Kembali Fokus Penguatan Logistik)
Kedua, ukuran kemajuan atau perkembangannya setiap tahun. Sri Mulyani menantang DJBC dan PPLBI untuk mengkaji data statistik ekspor-impor Indonesia, terutama dengan negara-negara yang menjadi hub logistik berikat.
Ke depan, dia berharap adanya arah dan target yang jelas untuk menjadikan PLB sekelas Asia Pasifik dengan mengurangi impor raw material (bahan mentah) dan barang modal.
Di sisi lain, skema hub logistik ini dapat mendukung pertumbuhan ekonomi sekitar 5-6 persen setiap tahun. Selain itu, mendorong pertumbuhan konsumsi rumah tangga 5,1 persen hingga 5,5 persen dan investasi 6-10 persen per tahun. "Coba buat peta jalannya untuk lima tahun ke depan," ujar Sri Mulyani.
DJBC dan PPLBI juga perlu menjabarkan tantangan yang mungkin dihadapi agar PLB setara dengan hub logistik di kawasan Asia Pasifik. Lahan, misalnya, semestinya tidak menjadi hambatan karena yang dipakai biasanya merupakan lahan kosong.
Ketiga, pembangunan PLB oleh PPLBI saat ini hanya fokus ke wilayah timur Indonesia. Sri Mulyani mendorong pembangunan PLB juga di wilayah Sumatera sehingga distribusi logistik menjadi lebih merata. Yang paling utama juga di daerah perbatasan Indonesia.
(Baca: Pemerintah Bangun 5 Pusat Logistik di Rute Tol Laut)
"Kalau ingin seluruh produksi dan supply chain (rantai pasokan) merata di Indonesia, coba lihat per lokasinya mana yang masih perlu dikembangkan atau tertinggal untuk jadi pusat logistik berikat," ujarnya.
Keempat, mendorong pertumbuhan sektoral dengan menyesuaikan pembangunan PLB berdasarkan wilayah penghasil komoditas tertentu ataupun ekonominya. Misalnya, untuk ketahanan pangan dan energi maka perlu dibangun pusat logistik yang mendorong sektor tersebut. Begitu juga dengan perdagangan secara elektronik (e-commerce), pariwisata, dan bidang lainnya.
Sri Mulyani berharap keempat pekerjaan rumah tersebut bisa segera dijabarkan oleh DJBC dan PPLBI. Dengan begitu, target menjadi hub logsitik berikat di Asia Pasifik menjadi lebih jelas arahnya.