Pemerintah memberi perhatian khusus pada Pakistan untuk mengembangkan ekspor ke Negara tujuan non tradisional. Negara yang sedang berkembang ini telah menyumbang surplus perdagangan cukup signifikan bagi Indonesia.
Untuk menjaga pertumbuhan tersebut, Indonesia berencana melaksanakan pertemuan kedua komite bersama untuk mengevaluasi Indonesia-Pakistan Preferential Trade Agreement (IP-PTA) pada 16-17 Februari 2017. Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Iman Pambagyo akan bertindak sebagai Ketua Delegasi Indonesia ke Islamabad, Pakistan.
(Baca juga: Sri Mulyani Minta Eksportir Lirik Pasar Negara Berkembang)
Menurut Iman, Pakistan merupakan salah satu mitra penting bagi Indonesia yang perlu lebih mendapat perhatian khusus, karena dalam 3 tahun terakhir, total perdagangan kedua negara, melonjak sebesar 36,6 persen dari US$ 1,6 miliar pada 2013 menjadi US$ 2,2 miliar pada 2015. “Oleh karena itu, pertemuan ini diarahkan untuk menjaga momentum pertumbuhan tersebut,” ujarnya, Kamis, 16 Februari 2017.
Salah satu isu utama yang diangkat Indonesia dalam pertemuan ini adalah akses pasar produk minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil / CPO) Indonesia di Pakistan. “Kepentingan Indonesia dalam review IP-PTA adalah untuk mempertahankan posisinya sebagai eksportir utama CPO ke Pakistan dan kalau bisa ke negara-negara tetangga,” tegas Iman.
(Baca juga: Harga Naik, Ekspor Sawit Diprediksi Pulih dan Tumbuh 8 Persen)
Ekspor produk CPO merupakan kontributor utama surplus perdagangan Indonesia dengan Pakistan. Implementasi IP-PTA telah membuat Indonesia sebagai sumber impor utama Pakistan untuk produk CPO.
“Di sisi lain, Indonesia juga perlu melakukan diversifikasi produk ekspor ke Pakistan mengingat besarnya potensi yang dimiliki Pakistan sebagai salah satu mitra dagang utama Indonesia di kawasan Asia Selatan,” lanjut Iman.
Oleh karena itu, Indonesia juga berkepentingan melakukan amandemen perjanjian IP-PTA dengan tujuan meningkatkan cakupan IP-PTA atau meningkatkan status IP-PTA menjadi IndonesiaPakistan Trade in Goods Agreement (IP-TIGA).
Indonesia, menurut Iman, ingin memberikan perspektif baru dalam hubungan dagang dengan Pakistan, karena geo-strategis Pakistan dengan negara-negara di Asia Tengah. “Oleh karena itu, para pelaku usaha sawit kedua negara saat ini tengah membahas untuk menjadikan Pakistan sebagai hub ke negara-negara Asia Tengah,” katanya.
(Baca juga: Ketidakpastian Global, Pengusaha Garap Pasar Timur Tengah dan Afrika)
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai total perdagangan kedua negara pada tahun 2015 mencapai US$ 2,2 miliar, ekspor sebesar US$ 2 miliar dan impor sebesar US$ 0,2 miliar, di mana Indonesia surplus sebesar US$ 1,8 milliar.
Ekspor Indonesia ke Pakistan pada periode Januari-Oktober 2016 tercatat sebesar US$ 1,54 milliar atau turun 5,61 persen dari US$ 1,64 milliar pada periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara itu, impor Indonesia dari Pakistan pada periode Januari-Oktober 2016 mencapai nilai US$ 113,1 juta, turun 10,27 persen dibandingkan US$ 126 juta pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Komoditas ekspor andalan Indonesia ke Pakistan (2015) adalah minyak kelapa sawit (US$ 1,3 miliar), kacang-kacangan (US$ 97,97 juta), batubara (US$ 68,56 juta), benang (US$ 59 juta), dan aneka jenis kertas (US$ 50,4 juta).
(Baca juga: Indonesia Bakal Produksi 12 Juta Ton Kertas Tahun Ini)
Sedangkan komoditas impor utama Indonesia dari Pakistan adalah beras premium (US$ 62,9 juta), kapas (US$ 24,7 juta), jeruk (US$ 23 juta), olahan kapas (US$ 6,9 juta), dan ikan beku (US$ 6,4 juta).