Sempat Terpuruk, Bisnis Tambang Mulai Bangkit di Akhir 2016

www.npr.org
tambang freeport
6/2/2017, 20.49 WIB

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat semua sektor mengalami pertumbuhan di kuartal IV 2016, termasuk pertambangan. Sektor ini berhasil tumbuh 1,06 persen dari sebelumnya anjlok 7,91 persen pada periode yang sama tahun 2015.

Kepala BPS Suhariyanto menjelaskan, pertumbuhan sektor pertambangan tak lepas dari kenaikan harga komoditas tambang. “Naiknya harga komoditas juga membantu sektor (pertambangan) ini tumbuh (positif),” kata dia di Kantornya, Jakarta, Senin (6/2). (Baca: Darmin: Pertumbuhan Ekonomi Meleset Akibat Pemotongan Anggaran)

Sekadar catatan, sektor pertambangan dan penggalian merupakan satu-satunya sektor yang mengalami penurunan pada kuartal IV 2015. Membaiknya kinerja sektor pertambangan, menurut dia, turut mendongkrak kinerja ekspor tumbuh 4,24 persen, dari penurunan 6,44 persen pada periode sama tahun sebelumnya. 

Meski begitu, BPS mencatat pertumbuhan ekonomi yang sebesar 4,94 persen pada kuartal IV 2016 lebih banyak disumbang oleh industri pengolahan dengan kontribusi sebesar 20,5 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Sektor pertanian, perikanan, dan kehutanan juga berkontribusi cukup besar yaitu 13,5 persen terhadap PDB. Demikian juga dengan perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor dengan kontribusi 13,2 persen terhadap PDB. Adapun pertumbuhan bisnis sektor tersebut berkisar 3-4 persenan.


Naik/Turun Indeks Sektoral Bursa Efek Indonesia 30 Des 2016-30 Jan 2017

Sementara itu, dari segi pertumbuhan bisnis, BPS mencatat pertumbuhan tertinggi dialami sektor jasa. Rinciannya, jasa keuangan dan asuransi 8,9 persen, jasa informasi dan komunikasi 8,87 persen, dan jasa lainnya 7,8 persen.

Sektor lainnya yang juga tumbuh cukup tinggi, di atas 5 persen, yaitu   transportasi dan pergudangan, jasa perusahaan, pengadaan listrik dan gas, konstruksi, jasa kesehatan dan kegiatan sosial, dan akomodasi makanan dan minuman.

Meski semua sektor tumbuh positif pada kuartal IV 2016, namun seperti disinggung sebelumnya, pertumbuhan ekonomi hanya 4,94 persen. Alhasil, secara keseluruhan tahun, pertumbuhan ekonomi tahun lalu cuma 5,02 persen atau meleset dari target dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang sebesar 5,2 persen.

Suhariyanto mengatakan, salah satu penyebab rendahnya pertumbuhan ekonomi karena belanja pemerintah yang lebih rendah dibanding kuartal IV-2015. Realisasi belanja pemerintah sebesar Rp 549 triliun atau 26,36 persen dari pagu, lebih rendah dibanding periode sama 2015 yang mencapai Rp 537,75 triliun. (Baca juga: Belanja Pemerintah Rendah, Pertumbuhan Ekonomi 2016 di Bawah Target)

Pada kuartal IV-2016, BPS mencatat pertumbuhan konsumsi pemerintah terkontraksi 4,05 persen. Penurunan ini lebih tinggi dibanding kuartal sebelumnya yang hanya mius 2,97 persen. Maka secara keseluruhan tahun, konsumsi pemerintah turun 0,15 persen dibanding 2015.

Yang mendorong pertumbuhan yakni pertumbuhan konsumsi Lembaga Non Profit yang melayani Rumah Tangga (LNPRT) yang tumbuh 6,72 persen. Realisasi ini lebih tinggi dibanding kuartal sebelumnya 6,65 persen. Sepanjang tahun tumbuh 6,62 persen. “Pendorongnya ini karena pemilihan kepala daerah (Pilkada),” kata Suhariyanto.